XL Axiata berjanji akan terus membangun jaringan di luar Jawa, untuk memperluas jangkauan serta pangsa pasar dan di semester pertama tahun ini telah terbangun 19.000 BTS di luar Jawa, yang secara nasional pada akhir tahun menjadi sekitar 135.000 BTS. Saat ini sumbangan pendapatan perusahaan dari luar Jawa mencapai 20 persen, yang akan terus meningkat di masa mendatang.
Presiden Direktur PT XL Axiata, Dian Sisiwarini mengatakan, persaingan di paruh kedua tahun 2019 akan makin ketat, terlihat dari agresifnya operator lain meluncurkan program-program baru. Hal ini memaksa pihaknya lebih inovatif, makin kreatif dalam memunculkan produk dan solusi yang kena di hati masyarakat. “Strategi dual brand, XL dan Axis, akan terus dijalankan karena ternyata segmentasi itu perlu. Selain juga memanfaatkan data analytic untuk pengelolaan value pelanggan,” katanya.
Kunci memenangkan persaingan adalah memperkuat infrastruktur, dan pembangunan luar Jawa diteruskan sejalan dengan penggelaran jaringan serat optik (fiberisasi) di seluruh Indonesia yang sudah mencapai 30 persen jaringan. Saat ini XL Axiata sedang giat melakukan pemindahan jaringan dari gelombang mikro (microwave) ke fiber, yang akan membuat pengalaman pelanggan menjadi lebih meningkat, apalagi targetnya 70 persen jaringan sudah terhubung ke fiber pada akhir 2019.
Sejalan, Dian mengatakan, XL Axiata berkomitmen tetap mendukung pemerintah dengan akan membangun jaringan di ibu kota baru, di Kalimantan Timur, apalagi jaringan kabel laut pun sudah menghubungan Kalimantan ke Jawa, Bali dan Lombok. Di Kaltim jaringan XL sudah cukup baik, dan secara infrastruktur dasar XL sudah siap, tinggal lagi perlu untuk mengetahui data-data perencanaan perkotaannya.
Selain Kalimantan, XL sudah memulai pembangunan 250 BTS (base transceiver station) USO (universal service obligation) di 51 kabupaten/kota di NTT, Maluku dan Papua. Dana USO didapat dari sumbangan 1,25 persen pendapatan bruto operator, yang dikelola juga oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) lewat Bakti.
Operator Kelompok Axiata itu berencana menggunakan jaringan serat optik Palapa Ring Tengah dan Timur, untuk meningkatkan layanan di Maluku dan Papua. Di Papua sendiri, dengan berharap masalah sosial segera selesai dengan baik, XL akan menambah jumlah BTS-nya dari 20 buah yang ada sekarang.
Mending untuk bangun jaringan
Persoalan komersialisasi dan pembangunan jaringan 5G, XL belum yakin bisa terlaksana di tahun 2020, mungkin dua tiga tahun lagi baru bisa. Untuk itu XL siap menggandeng partner teknologi, seperti sekarang dengan Ericsson dan Huawei.
Hanya saja tampaknya akan sulit kalau setiap operator membangun sendiri, sebab teknologi 5G membutuhkan jaringan yang lebih rapat dengan konsekuensi BTS yang jauh lebih banyak dan itu investasi baru yang sangat mahal. Untuk menyiasatinya XL akan terus mendorong program konsolidasi yang dicanangkan pemerintah, selain juga perlu dilakukan program kerja sama network sharing, sehingga biaya bisa ditanggung bersama.
XL Axiata, juga Telkomsel dan Smarfren, sudah melakukan uji coba layanan 5G. Smartfren mengujinya di kawasan tertutup pabrik yang semuanya dikontrol oleh jaringan 5G, yang hasilnya ritme produksi meningkat, kualitas produk membaik dan hasilnya dapat menekan biaya produksi.
Sementara XL Axiata menguji coba jaringan untuk menampilkan hologram yang tampaknya akan sangat laku di masa pilpres 2024 mendatang. Dengan hologram, capres bisa hadir di mana saja pada waktu yang sama dan berdialog dengan massanya, sehingga kampanye dapat lebih murah dan tepat tujuan.
Mengenai program validasi IMEI, menurut Direktur Teknologi XL Axiata, Yessy D Yosetya, perlu ada urun rembug lebih jauh dengan pemerintah dan instansi lain, karena ternyata operator harus mengeluarkan modal yang lumayan besar. Dengan program ini, operator harus mampu mengantisipasi apa yang akan terjadi, meskipun dari sisi pelanggan, mereka tidak merasakan apa-apa jika ini diterapkan.
Setiap kali ada ponsel pelanggan melakukan event, apakah memanggil, mengirim data, operator harus mengecek, apakah ponselnya legal atau tidak, apakah IMEI-nya (international mobile equipment identification) terdaftar. Meskipun pengecekan bisa dilakukan harian atau mingguan, tetap saja prosedur ini akan merepotkan operator.
Pengecekan dilakukan dengan mencocokkan data IMEI yang dimiliki pemerintah. Jika IMEI ternyata tidak terdaftar, di ponsel pelanggan akan ada notifikasi bahwa ponselnya ilegal, atau istilahnya BM (black market – pasar gelap).
Menurut hitungan, untuk bisa melakukan pengecekan ini, XL Axiata harus mengeluarkan biaya modal sampai 40 juta dollar AS atau sekitar Rp 570 miliar. “Uang sebanyak itu mending untuk memperluas jaringan,” kata Yessy. ***