Teknologi 4G sudah mulai marak digelar di Indonesia. Masyarakat sudah mengenalnya untuk melakukan aktifitas digital dengan trafik besar seperti sosial media, video atau music streaming, download, dan lainnya termasuk Voice over LTE (VoLTE) dan Internet of Thing (IoT).
Keamanan masyarakat (public safety), umumnya memang dirancang dan dikelola oleh pemerintah. Tengok saja misalnya pengaturan jalan raya, pemadam kebakaran, penanganan rumah sakit, hingga bencana alam. Namun saat ini di negara kita, sebagian besar masih dilakukan secara manual.
Nokia sebagai salah satu vendor jaringan telekomunikasi, baru saja mengenalkan solusi berbasis 4G untuk mengelola keamanan publik dalam sharing solusi Public Safety Services di Hotel Borobudur Jakarta (28/7). Alasannya? Menurut Leo Darmawan, Head of Mobile Broadband Solution Sub Region Indonesia Nokia Solution and Networks, kinerja teknologi 4G memang cepat dan andal ditambah standar keamanan data yang tinggi. Maka, adalah wajar menjadikan teknologi 4G untuk mengelola hal-hal kritis dan tak terduga seperti yang terjadi pada keamanan publik. Pasar Public Safety berbasis teknologi 4G ini termasuk besar. Menurut Niko Steffanus Sutikno, Head of Marketing and Communication, Nokia Solutions and Networks Indonesia, pada tahun 2020 nilainya diperkirakan mencapai 10 juta USD (sekitar 130 triliun).
“Selama ini banyak orang menggunakan LTE untuk streaming atau akses data ukuran besar. Sebenarnya ada hal lain yang bisa ditawarkan teknologi LTE dimana penggunaan frekuensi menjadi lebih efisien dan data yang disalurkan menjadi lebih besar. Salah satunya untuk komunikasi public safety yang merupakan bagian dari smart city,” ujar Leo.
Skema Operasi
Implementasi 4G untuk layanan public safety memang butuh biaya besar. Karena itu, Nokia sudah memetakan ada tiga skema yang bisa dilakukan untuk mewujudkan solusi ini. Skema pertama adalah memakai jaringan 4G LTE milik operator komersial yang selama ini sudah ada. Operator tinggal menyediakan alokasi khusus dalam jaringannya saat ada data dalam jumlah besar yang datanb tiba-tiba dari perangkat public safety. Untuk bisa diberikan jalur prioritas yang besar dan aman.
Skema kedua adalah sharing, yaitu berbagi jaringan 4G antara perangkat 4G milik operator dengan perangkat yang dibangun sendiri oleh pemerintah. Yang ketiga adalah perangkat 4G untuk kebutuhan public safety ini dibandung tersendiri, terpisah dari jaringan 4G operator. Ini membutuhkan biaya sangat besar, tapi keandalannya, kecepatan dan keamanannya bisa lebih terjamin.
Implementasi
Bagaimana penerapan jaringan 4G ala Nokia ini di lapangan? Ada banyak layanan yang bisa dijalankan. Misalnya data tentang kapasitas dan sisa parkir di seluruh mal dan gedung, kemacetan jalanan, kebakaran, atau jumlah pemakaian air dan listrik di tempat publik. Termasuk pula kemacetan parah seperti di Brebes bisa segera diketahui jika sudah diterapkan solusi public safety 4G ini. Selain data-data dari layanan publik, juga bisa diarahkan ke IoT.
Salah satu konsep bisnis IoT yang bisa digarap dari LTE, ditunjukkan dalam sesi demo. Niko mencontohkan Push to talk, dan tentu saja akan ada yang lebih luas. Namun intinya adalah penerapaan wireless broadband-nya.
Saat ini sudah mulai banyak dibahas, termasuk oleh BNPB, bencana tak hanya disebabkan dari alam. Namun bencana juga bisa terjadi seperti pada insiden Brexit, yakni korban berjatuhan karena macet berjam-jam.
Meski ada perusahaan lain yang mengembangkan PS-LTE ini, Niko mengklaim bahwa Nokia kini menjadi pioneer PS-LTE. Saat ini, ada dua negara yang memanfaatkan teknologi LTE unutk public safety yakni Inggris dan Korea.
Pemerintah Korea sendiri telah berinvestasi 1,3 Miliar Euro untuk Public Safety tergantung dari modelnya. Menurut Niko, besarnya investasi baru bisa diketahui kalau operator tertentu sudah ditunjuk sebagai pembangun. Akan diketahui apakah modelnya akan dikembangkan sendiri atau bekerjasama dengan operator lain, termasuk hitung-hitunganya. Baru setelah itu diajukan kepada pemerintah. (Wahyu)