SINYALMAGZ.com – Aplikasi berbagi foto Instagram ternyata jadi media sosial (medsos) paling digemari para pelaku pedofil atau predator anak dalam menjaring korbannya.
Informasi ini diketahui berdasarkan sebuah laporan dari National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC), yakni sebuah lembaga yang berupaya mencegah kekerasan terhadap anak-anak.
Dikutip dari laman Engineering and Technology (E&T), Sabtu (9/3/2019), kasus child grooming atau membangun hubungan emosional dengan seorang anak untuk tujuan pelecehan seksual meningkat tiga kali lipat di Instagram selama 18 bulan terakhir.
Hal ini seiring dengan meningkatnya kekhawatiran tentang eksploitasi seksual anak-anak di platform medsos.
Dalam menyelenggarakan penelitiannya itu, para peneliti di NSPCC juga mengajukan permintaan kebebasan informasi terhadap kepolisian di Inggris dan Wales. Mereka meminta data tentang insiden komunikasi seksual dengan korban anak-anak yang dilaporkan.
Masalah komunikasi seksual dengan anak sendiri telah dianggap sebagai tindak kriminal sejak April 2017 lalu.
Polisi yang menanggapi permintaan dari NSPCC pun merinci, tercatat ada 5.161 insiden komunikasi seksual sejak April 2017.
Jumlah peningkatan pelanggaran hampir 50 persen dalam enam bulan terakhir dibandingkan periode yang sama dengan tahun lalu.
Diketahui, tujuh dari sepuluh korban ternyata adalah anak-anak berusia 12 -15 tahun, atau lebih muda. Bahkan, korban termuda berusia 5 tahun saat ditarget sebagai calon korban.
Hasil penelitian tersebut juga mencatat, Instagram sebagai platform yang paling banyak digunakan untuk menghubungi anak-anak (sebesar 32 persen), lalu diikuti Facebook (23 persen), dan Snapchat (14 persen).
Tercatat, anak-anak yang menjadi sasaran pelecehan melalui Instagram meningkat tiga kali lipat dalam 18 bulan terakhir.
Tak hanya itu saja, Royal Society for Public Health juga mencatat, Instagram dianggap sebagai medsos terburuk untuk kesehatan mental kaum muda.
CEO NSPCC, Peter Wanlass, menuding perusahaan medsos telah gagal mengatur organisasinya.
“Angka-angka di atas merupakan bukti besar bahwa tugas untuk menjaga anak-anak tetap aman tidak bisa dilakukan oleh jejaring sosial. Kita tidak bisa menunggu terjadinya tragedi berikutnya hingga perusahaan teknologi bertindak.”, tuturnya.
Seperti diketahui, Instagram dan Facebook hingga kini masih menerima anak-anak sebagai pengguna meski kedua jejaring sosial itu telah mewajibkan pendaftar berusia 13 tahun ke atas untuk membuat akun.
Namun, tidak ada proses verifikasi usia yang mencegah pengguna muda dari kebohongan tentang usia guna membuat akun.
Melihat pembatasan usia yang tidak ketat ini, pemerintah setempat pun berupaya untuk memperkenalkan identitas digital bagi anak-anak untuk bisa mengakses website.
Juru Bicara Facebook sendiri telah mengakui, bahwa menjaga keamanan anak-anak jadi prioritas utama mereka. Oleh sebab itu, Facebook bekerja sama dengan kepolisian dan lembaga perlindungan anak untuk berjuang secara agresif untuk melindungi pengguna mudanya.
Di sisi lain, juru bicara Snapchat mengatakan, eksploitasi pengguna terutama anak-anak sangatlah tidak bisa diterima.