SINYAL.co.id – Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan bahwa berkaitan dengan UU ruang siber, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) belum komprehensif.
Menurut Semuel, Internet sendiri belum ada undang-undangnya, yang ada hanyalah Peraturan Menteri (Permen).
“Permen tersebut hanya mengatakan bahwa Internet adalah jasa di atas jaringan telekomunikasi. Padahal internet sudah merupakan jasa sendiri,” lanjut Semuel.
Permen No. 27 Tahun 2015 memang mengatur mengenai persyaratan teknis alat dan/atau perangkat-perangkat telekomunikasi berbasis standar teknologi Long Term Evolution.
Undang-undang ITE sendiri dikatakan merupakan penggabungan dari dua undang-undang, sehingga aturan mengenai transaksi elektronik pun bercampur dengan masalah pencemaran nama baik.
Masalah UU Perlindungan Data Pribadi
Pada acara pemaparan ID IGF di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Arfi Bambani dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mengungkapkan pendapatnya.
Menurut Arfi, warga negara justru lebih mudah mengalami kriminalisasi akibat dari UU ITE. AJI sendiri mencoba realistis dalam menghadapi hoax, tetapi perlu ada kebebasan berpendapat di suatu negara.
“Jika ingin melakukan pemblokiran, semestinya UU ITE lebih membatasi pada konten, bukan situs. Sementara itu ada hal yang lebih penting menjadi perhatian pemerintah, yaitu Undang-undang (UU) Perlindungan Data Pribadi,” lanjut Arfi.