Kisah Pasukan Khas TNI AU Yang Pernah Hampir Ledakkan Tentara Australia

SINYALMAGZ.com – Krisis Timor-Timur (Timtim) yang terjadi pada tahun 1998 menyebabkan Indonesia berada di bawah tekanan Internasional. Kala itu, dunia menganggap di Timtim ada krisis kemanusiaan yang tak mampu diselesaikan oleh Indonesia.

Australia, pihak yang paling getol menginginkan agar Timtim lepas dari Indonesia, karena ada kepentingan politik di sana.

Usaha lobi-lobi Australia akhirnya berhasil. PBB kemudian mengeluarkan “Resolusi 1264”, yang menyerukan pembentukan pasukan multinasional untuk memulihkan keamanan dan perdamaian di Timtim serta mendukung misi PBB di sana.

Australia menjadi pihak yang paling senang dengan adanya Resolusi 1264 tersebut. Mereka bahkan menyatakan kesiapannya untuk memimpin pasukan multinasional.

Maka segeralah dibentuk INTERFET (International Force for East Timor), yang beranggotakan 20 kesatuan militer dari berbagai negara.

Di Interfet, Australia menyediakan kontingen terbesar pasukan, perangkat keras, dan peralatan untuk Interfet dengan 5.500 personel.

Komandan Interfet pun dari Australia, yakni Mayjen Peter Cosgrove.

Tanggal 20 September 1999, dengan menggunakan pesawat C-130 Hercules di Bandara Komoro.

Seperti dikutip dari Kiki Syahnakri: Timor Timur The Untold Story, pasukan pembuka Interfet mendapat informasi intelijen jika Timtim sudah dikuasai oleh milisi bersenjata dan keadaannya kacau balau.

Maka ketika pesawat mendarat, Interfet langsung membentuk formasi tempur, membentuk perimeter pertahanan di bandara Komoro, dan harus segera menguasai bandara.

Hal ini membuat Korps Pasukan Khas TNI AU (Korpaskhasau/Paskhas) yang mengoperasikan bandara Komoro terheran-heran dengan kelakuan ‘sok aksi’ tentara Interfet tersebut.

Padahal, keadaan Timtim aman-aman saja, hanya di hutan saja adanya konflik.

Korps Pasukan Khas TNI AU (Korpaskhasau/Paskhas) saat mengamankan bandara Komoro tahun 1998.

Saat itu, sebanyak 80 personel Paskhas juga sudah bersiap kokang senjata, jaga-jaga jika terjadi konflik dengan tentara Interfet.

Bahkan, ada pasukan Gurkha Inggris yang turut serta dalam pendaratan tersebut.

Namun, ketika pasukan Interfet tahu bahwa bandara dan sekitarnya aman-aman saja tidak ada kerusuhan, apalagi milisi bersenjata, mereka pun lantas sadar akan situasi.

Apalagi ketika mereka tahu bahwa yang mengoperasikan bandara adalah militer resmi Paskhas TNI AU. Mereka pun akhirnya sadar bahwa info intelijen yang didapatinya hanya omong kosong belaka.

Namun, ketegangan kembali terjadi ketika Pangkoopsau II, Marsda TNI Ian Santosa, yang tiba dengan pesawat C-130 Hercules TNI AU di Bandara Komoro turun dari pesawat dengan dikawal sejumlah pasukan Paskhas bersenjata lengkap.

Sejatinya, Marsda TNI Ian Santosa datang untuk berkoordinasi dengan komandan Interfet, Mayjen Peter Cosgrove.

Namun, lagi-lagi pasukan Interfet yang terdiri dari personel militer Australia berlagak ‘sok aksi’. Mereka sekonyong-konyong menodongkan senjata kepada rombongan Marsda TNI Ian Santosa, yang mereka anggap sebagai ancaman.

Sontak, Pasukan Paskhas pun langsung bereaksi keras. Mereka pun menodongkan senjata kepada tentara Interfet.

Granat diraih, dan siap diledakkan kepada tentara Australia jika mereka berani menyentuh sedikit saja Pangkoopsau.

 

Halaman selanjutnya:

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled