Model Miller akan memungkinkan informasi dari memori yang bekerja untuk disimpan dalam bentuk laten, seperti memori jangka panjang disimpan. Dan itu bisa menjelaskan bagaimana kita dapat mengingat nomor telepon.
“Jika Anda menjatuhkan kopi saat sedang menelepon, aktivitas di otak akan beralih ke kopi yang jatuh. Dan karena ingatan ini disimpan dalam bentuk laten, mereka dapat diaktifkan kembali.”, terangnya.
Jika memori kerja benar-benar berinteraksi dengan bagian lain otak, itu bisa menjelaskan bagaimana area yang terlibat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dapat mengontrol informasi apa yang tetap dalam memori kerja dan apa yang dihapus.
“Ini membuka teka-teki paling sulit. Namun pertanyaan paling menarik tentang memori kerja adalah, bagaimana caranya kita mengendalikan pikiran kita sendiri?”, tanya Miller.
Constantinidis mengakui, model memori kerja yang dikembangkan Miller sangat menarik, dengan dasar teoritis sekaligus dapat menjelaskan beberapa hal yang sulit dijelaskan model standar.
“Masalahnya, sejauh ini belum ada bukti eksperimental yang menghubungkan variabel kritis dengan perilaku manusia.”, ujar Constantinidis.
Constantinidis memberi contoh, percobaan laboratorium menunjukkan bahwa jumlah penembakan berirama yang terjadi tampaknya tidak banyak berpengaruh pada kinerja memori yang bekerja. Juga pendapat Miller bahwa memori kerja terkait dengan memori jangka panjang tampaknya bertentangan dengan pengalaman dokter dengan pasien yang otaknya telah terluka.
Constantinidis mengatakan, “Kami memiliki kasus klinis pasien untuk siapa memori kerja sangat terganggu dan memori jangka panjang mereka masih utuh.”, katanya.
Jadi, untuk saat ini Constantinidis tetap teguh pada pendiriannya dengan model standar.
Namun dia tetap menerima pandangan yang disampaikan Miller.
“Sebagai ilmuwan, itulah yang kami lakukan.” katanya.