sinyal.co.id
Sampai Google pun tidak bisa mencari padanan kata “Telolet” di aplikasi translate-nya. Kecuali Anda masukan “Om” dijamin keluar bermacam kosa kata bahasa asing. Harap maklum “telolet” memang hanya ujaran, sama seperti bunyi telepon yang “kriinggg!!!”, atau peluit yang “prittt!!”. Namun, karena tidak jamak, maka sulit mengidentikkan seperti dua ujaran di atas sebagai bunyi bel kendaraan besar macam bus atau truk. Lagi pula identitas bunyi bel kendaraan memang belum di-define seperti telepon dan peluit.
Mendadak “telolet” jauh lebih viral ketimbang “pritt” dan “kringg”. “Telolet” dikenalkan dari yang tadinya bahasa ucap menjadi bahasa tulis oleh anak-anak pantura mulanya. Sudah lama jadi tren netizen anak-anak pinggiran. Gagasannya sederhana, bebunyian yang beragam dari bus-bus yang melaju di sepanjang pantura adalah sebuah keunikan sendiri (di mata mereka). Mereka saling mengoleksi bebunyian bel itu. Makin keren makin eksklusif lah video rekaman itu. Walaupun kadang hanya untuk koleksi yang disimpan di smartphone mereka.
Keunikan itulah yang menjadi daya tarik. Jadi tak heran jika pemburu telolet sampai punya trik sendiri untuk sekadar meminta sang sopir menekan tombol bel.
Sebagian di-upload, sebagian hanya viral dari satu ponsel ke ponsel lain. Kemudian suatu ketika ditangkap oleh seorang DJ bernama asal Belanda, Hardwell sebagai sebuah bebunyian yang seru. Dari DJ ke DJ, sampai yang papan atas macam Martin Garrix, DJ Snake penasaran, terutama oleh istilah “telolet” itu sendiri.
Galibnya dunia media sosial topik menarik yang dilontarkan para pesohor kelas dunia segera mem-viral ke-mana-mana. Kembali ke Indonesia yang jumlah pemilik akun media sosial salah satu yang terbanyak di dunia, maka “telolet” pun me-masif, menyebar. Tak hanya situs lokal yang memberitakan, www.billboard.com pula ambil bagian isi konten “om telolet om”.
Video-video “telolet” yang tadinya hanya ditonton 2.000 sampai 30 ribuan terang saja mendunia. Viral adalah kata kuncinya. Isunya harus menarik dan menggugah orang untuk dari sekadar mem-viral lagi atau membuat kreasi turunannya. Yang belakangan muncul frase “Om Telat Om”, sebuah plesetan dari “Om Telolet Om” dan masuk trending topic Twitter.
Meng-update sesuatu atau mem-viral seringkali justru sesuatu yang bukan kompetensi seseorang atau sesuatu yang semestinya tidak untuk di-update dan sebarkan ke khalayak. Terlebih, misalnya yang bersifat SARA pun sensitif. Pada institusi atau perusahaan bahkan membuat aturan tegas soal tata cara meng-update sebuah topik. Apple Corp. umpamanya, memberi garis tegas, selama masih bekerja di perusahaan, karyawan dilarang mem-posting hal yang merupakan kebijakan atau keputusan korporasi. Termasuk meng-update atau mengomentari hal yang bersifat politik.
Di sini, orang suka lupa diri pada status yang tanpa sadar malah mengunggah konten yang sesungguhnya bisa memukul dirinya sendiri. Ia tulalit.
Nah, UU ITE sudah disahkan, aturan bermedia sosial juga jelas. Tahun 2017 di tengah iklan politik yang bakal memanas sebaiknya bijak dan tanggung jawab mem-posting. Sampai ketemu di tahun 2017.
Andra