Merger XL Axiata – Smartfren Pecahkan Rekor IOH

Transkasi  jumbo berupa penggabungan  XL Axiata dan Smartfren sebesar Rp 104 triliun (6,5 miliar dollar AS), menjadi yang terbesar selama ini. Lebih besar dibanding Rp 90 triliun saat merger Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia menjadi IOH (Indosat Ooredoo Hutchison) pada 2022.

Proses mergernya agak-agak alot karena keduanya sama-sama ingin menjadi pemegang saham mayoritas. Hal ini memaksa Sinar Mas sebagai pemilik Smartfren merogoh koceknya sedalam 475 juta dollar AS untuk membeli saham Axiata. Enteng bagi Sinar Mas yang uangnya “tidak berseri”, saking banyaknya.

Nama entitas gabungan menjadi XL Smart Telecom Sejahtera (XL Smart) yang akan memiliki jumlah pelanggan sekitar 94,5 juta, disumbang 58,6 juta oleh XL Axiata dan 35,9 juta oleh Smartfren. Dalam perundingan sebelumnya disepakati skema pembagian nilai ekuitas keduanya sebesar 72:28, dan XL menjadi entitas yang tercatat di Bursa Efek, sementara Smartfren dan Smart Telecom dibubarkan.
SAHAM SAMA
Keduanya masing-masing memiliki 34,8 persen saham dengan status sama-sama pengendali, sisanya yang sebesar 30,4 persen saham publik. Susunan dewan direksi dan dewan komisaris dilakukan saat RUPS (rapat umum pemegang saham) awal 2025, sekalian meresmikan pengunduran diri Dian Siswarini sebagai Presdir & CEO XL Axiata yang sudah sepuluh tahun mendudukinya.

Menelisik hal ini, agak mustahil juga dalam satu perusahaan ada dua pemegang saham pengendali, salah satunya harus mayoritas walau beda cuma 0,1 persen. Dalam komposisi saham XL Smart ada 30,4 persen pemegang saham minoritas yang jika ditelusuri sebagian besarnya merupakan bekas pemegang saham XL Axiata.

Menjadi wajar jika di perjalanan terjadi friksi antara Sinar Mas dan Axiata, para pemegang saham publik ex-XL Axiata berpihak pada induk awalnya. Kenyataan ini akan membuat posisi Axiata jadi pemegang saham mayoritas de facto dan Sinar Mas menjadi “peserta penderita”. Merger ini tidak terlalu membuat perubahan posisi di industri telko di Indonesia, karena XL Smart tetap pada posisi ke-3 dalam jumlah pelanggan dibanding Telkomsel yang punya 159,66 juta pelanggan dan spektrum selebar 165 MHz. IOH yang punya pelanggan 100,8 juta dan spektrum “hanya” 135 MHz. XL Smart menang karena punya 152 MHz.

XL VS SMART
Ada potensi masalah karyawan, karena XL Axiata membawa 2.372 orang dan Smartfren bawa 2.431 orang. Kalau digabung jumlahnya  sebelas-dua belas dengan Telkomsel yang punya 5.535 karyawan.
Jaringan Telkomsel punya 235.000 lebih BTS, 250.000 km kabel optik, XL Smart punya 210.000 BTS dan jaringan serat optiknya 100.710 km termasuk bawaan Smartfren dari milik Moratelindo.

Separuh karyawan (Smartfren) pernah bekerja di operator yang merugi hingga sekitar Rp 1 triliun pada triwulan 3 tahun ini. Sisanya (XL Axiata) bekerja di tempat yang berkibar dengan keuntungan Rp 1,27 triliun pada saat sama. Merger membuat terjadinya duplikasi-duplikasi, satu tugas dikerjakan dua orang, bisa membuat salah satunya kurang nyaman, tersisih atau disisihkan.
Namun petinggi XL yang berjanji semua karyawan akan bekerja seperti biasa, tidak akan ada PHK, yang kalaupun terpaksa, karyawan dapat imbalan yang sangat baik sebagai golden shake hand. Akan dikurangi 20-30 persen seluruh BTS yang tumpang tindih, dipindahkan ke kawasan yang belum terjangkau layanan. Kegiatan ini berpotensi menambah pelanggan baru, selain kemungkinan XL Smart bisa memiliki daya tawar lebih tinggi terhadap vendor teknologi, yang selama ini dilakukan masing-masing.
SOAL SPEKTRUM
Axiata yang diwakili Vivek Sood dan Dian Siswarini yakin bahwa tradisi pemerintah mengambil sebagian spektrum dari dua operator yang bergabung, tidak akan terjadi. Alasannya, Telkomsel sudah memiliki saham jauh lebih besar dari XL Smart. Ketika Komdigi masih bernama Kominfo, pengambilan sebagian saham yang kemudian dilelang menjadi sumber sebagian besar PNBP (penerimaan negara bukan pajak) Kominfo yang tahun 2023 berjumlah Rp 24 triliun. Selain hasil menjual spektrum frekuensi, Kominfo mendapat PNBP dari setoran BHP (biaya hak penggunaan) frekuensi dan dana USO (universal service obligation – yang didapat dari setoran 1,25 persen pendapatan operator telko), kira-kira Rp 3,5 triliun setahun.
Komdigi menyetorkan PNBPO tadi Kementerian Keuangan, kemudian ada cash back sebagai penghargaan, kepada direktorat jenderal di Komdigi yang berhak. Cash back PNBP yang jumlahnya bukan ece-ece ini kemudian akan dibagikan sebagai tukin (tunjangan kinerja) karyawan mulai dari dirjen sampai “keset”.
Besaran tukin ini disangkakan menjadi keengganan Kominfo hingga sekarang Komdigi meniadakan tradisi mengambil sebagian spektrum operator yang merger.
SPEKTRUM CANTIK
Setiap kali akuisisi atau merger, pemerintah mengambil 10 MHz (dua kanal) frekuensi yang kemudian dilelang, hasilnya sekitar Rp 1 triliun. Kalau kebijakan pengambilan spektrum frekuensi tetap dijalankan, spektrum milik siapakah yang akan diambil? Spektrum “cantik” saat ini adalah spektrum 2300 MHz (2,3GHz) yang hanya dimiliki Telkomsel (50 MHz) dan XL Smart (40 MHz).
Rentang selebar 10 MHz di 2,3 GHZ ini misalnya, pasti diminati IOH yang belum punya, walau sah bagi Telkomsel kalau ingin menang juga. Spektrum 2300 MHz unggul dalam memperbesar kapasitas operator terutama di kawasan padat pengguna. Dengan sifat frekuensi yang makin tinggi cakupan layanannya makin sempit. Untuk satu kawasan yang sama, spektrum 2300 MHz bisa menjangkau nyaris 10 kali lipat jumlah pelanggan dibanding menggunakan spektrum rendah seperti 700 MHz, 850 MHz, 900 Mz, 1800 MHz, bahkan 2,1 GHz.

Sisi lain soal spektrum frekuensi, semua operator sedang was-was menunggu lelang frekuensi tambahan di 700 MHz selebar 90 MHz, 2600 MHz menyediakan lebar pita (bandwidth) 200 MHz dan di pita 26 GHz tersedia pita selebar 2700 MHz, cocok untuk layanan 5G yang butuh sedikitnya 100 MHz tiap operator.
Ketiga spektrum ini sangat menunjang upaya operator memberi layanan 5G, yang saat ini masih menggunakan frekuensi di 900 MHz, 1800 MHz dan 2100 MHz milik 4G LTE. Sehingga yang dirasa pelanggan adalah layanan 5G rasa 4G. Yang kini membuat panas dingin operator adalah, berapa besar harga ketiga spektrum itu kalau dilelang? Mengaca pada lelang terakhir frekuensi bekas milik IOH pasca merger di spektrum 2,1 GHz selebar hanya 5 MHz yang Rp 600 miliar, berapa operator harus punya dana untuk memenangkan lelang pita di mediumwave 2600 MHz dan di milimeterwave di 26 GHz?(*)

 

 

 

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled