WWW.SINYALMAGZ.COM – Pelaksanaan Pemlu 2024 di Indonesia sebenarnya masih menggunakan proses manual dan digital. Proses manual terjadi dari mulai pencoblosan, penghitungan suara hingga rekapitulasi yang dilaporkan dalam Formulir C1.
Perbedaan data dari pencoblosan hingga rekapitulasi bisa saja berubah. Namun karena manual dan terlokalisir di TPS mudah untuk dilacak. Perbedaan data misalnya terjadi karena salah sebut baik yang sengaja (curang) atau tidak sengaja ketika melakukan penghitungan suara menggunakan model turus.
Jika terjadi indikasi tersebut maka penghitungan harus dilakukan kembali. Ini tidak susah asalkan setiap peserta penghitungan bertindak fair dan jujur. Kalau tidak jujur dan semuanya condong pada calon tertentu memang mungkin disalahgunakan.
Sedangkan proses digital terjadi dari mulai penginputan data yang bersumber dari Formulir C1 hingga seluruh data didigitalisasi sampai selanjutnya tersimpan di server. Data di sini dapat dikembangkan menjadi sumber informasi dari berbagai sisi, termasuk pemetaan terhadap proses jalannya penghitungan hingga input data.
Perbedaan data juga sangat mungkin terjadi di proses digital. Dan ini terjadi dengan ditemukannya beberapa kenyataan perbedaan angka manual yang tertera di Formulir C1 dengan angka yang diinput.
Perbedaan angka tersebut jelas merupakan kesalahan fatal karena perbedaan angka berarti perbedaan suara rakyat. Selanjutnya mari tinjau bagaimana angka yang merupakan suara ini diproses.
BAGAIMANA DESAIN SISTEM INFORMASI REKAPITULASI PEMILU?
Sistem rekapitulasi suara pemilu sebenarnya sederhana. Sistem ini memulai pekerjaannya dari lapangan atau TPS.
Secara sederhana dapat dilihat di grafik di atas di mana ada bagian App A yaitu client-client dengan jumlah mencapai puluhan ribu. Jumlahnya menyesuaikan dengan jumlah para penginput data dari TPS.
Data kemudian mengalir ke server melalui API (Application Programming Interface). Sementara di server juga mengolah berbagai data yang kelak dipergunakan untuk berbagai kepentingan.
APA AKSES UNTUK MASUK KE SISTEM INFORMASI REKAPITULASI?
Sistem informasi rekapitulasi pemilu yang dalam bentuk aplikasinya diberi nama Sirekap sejatinya merupakan tools. Alat yang menjadi interface dari para petugas di TPS untuk memasukkan data (input) dari lapangan.
Sistem informasi rekapitulasi sangat krusial di bagian ini. Terutama ketika terjadi input data dari data manual ke data digital.
Kesalahan input data akan sangat berpengaruh ke proses berikutnya. Semakin banyak kesalahan penginputan akan semakin signifikan perbedaan data.
Atau dengan kata lain semakin menguntungkan pihak yang suara telah terinputnya lebih besar dari suara asli yang secara sah tertera di Formulir C1.
APAKAH DAPAT DIEDIT JIKA TERJADI KESALAHAN INPUT?
Kefatalan memasukkan data (input) adalah sumber dari persoalan rekapitulasi. Seperti terlihat pada tabel di bawah.
Maka proses penginputan data harus dianggap sebagai saat yang genting. Karena terkait dengan kejujuran atau keabsahan data. Oleh karena itu wajib untuk diketahui bersama termasuk pelibatan para saksi.
Input data juga harus clear. Jika terjadi kesalahan input dapat dilakukan perbaikan dengan cara yang mudah semudah mengganti angka. Untuk itu diperlukan interface (juga UI) yang simple dan familiar.
KAN JUGA DISERTAKAN ARSIP FOTO FORMULIR C1 ASLI?
Formulir C1 yang menjadi arsip wajib adalah data yang diperlukan untuk melakukan cross check jika terjadi kecurangan pada penginputan data manual ke digital.
Sayangnya sistem informasi rekapitulasi ini belum menggunakan teknologi scan to text. Teknologi ini mempercepat proses input data. Apa lagi hanya berupa angka 0 sampai 9. Seharusnya mudah di-built in.
Dengan teknologi scan to text sekaligus menghindari kesalahan input angka manual ke digital yang terjadi oleh sebab human error atau mungkin malah kesengajaan.
Masalahnya siapa yang akan melakukan pencekan satu-persatu terhadap setiap Formulir C1 asli dengan inputan data?
Untungnya data ini disediakan secara transparan, sehingga masyarakat dapat mencek ada atau tidaknya kecurangan di –minimal- TPS masing-masing.
APAKAH MASIH MUNGKIN TERJADI REKAYASA ANGKA DIGITAL?
Prinsip dunia digital kendati menggunakan teknologi AI sekalipun tetaplah otak utamanya manusia. Manusia lah yang membuat sistem informasi dengan menggunakan teknologi informasi yang dipilihnya.
Fakta yang terjadi dari laporan masyarakat yang di-posting di media sosial menunjukkan terjadinya rekayasa atau sebutlah manipulasi data.
Rekayasa data itu menunjukkan bahwa kendati data yang telah terinput sesuai persis dengan data Formulir C1, namun angka digital yang muncul berbeda sama sekali. Bisa menggelembung, bisa pula berkurang.
Di mana letak missing-nya?
Ini adalah proses yang sangat sederhana. Tidak memerlukan teknologi kecerdasan buatan. Kalaupun menggunakan AI yang paling sederhana bisa pada pembatasan jumlah DPT di tiap TPS, yang rata-rata sebanyak 300 DPT. Jika melebihi angka ini seharusnya AI akan menginformasikan warning atau juga bisa terjadi kesalahan (error).
Namun kembali ke prinsip bahwa teknologi dikreasi oleh manusia maka kecurigaan bisa mengarah kepada otoritas penyelenggara dan pengelola sistem informasi. Atau bisa pula pihak lain yang tidak bertanggungjawab. Di mana telah terjadi akses yang dapat melewati sistem keamanan di backdoor.
Ketika ada pihak yang dapat mengakses maka mereka ia dapat melakukan apa saja. Tak hanya mengubah data inputan. Tetapi juga mengganggu sistem dan jaringan.
BAGAIMANA MENORMALISASI SISTEM INFORMASI YANG LEMAH?
Suka tidak suka, wajib dilakukan investigasi terhadap seluruh sistem yang terjadi. Termasuk jaringan dan bandwith yang digunakan (mengingat banyak petugas yang tidak bisa akses).
Investigasi dilakukan guna menemukan kebocoran akses ke sistem. Sekaligus meninjau kembali tingkat pengoperasian aplikasi (juga UI dan UX) yang dilakukan oleh petugas di lapangan.
Arus data ke server sebaiknya dihentukan untuk sementara agar tidak terjadi miss yang berbuntut pada kesalahan interpretasi data. Lepaskan sejenak API demi memperbaiki sistem terutama pada backdoor.
Masyarakat Indonesia percaya bahwa sistem informasi Pemilu khususnya proses rekapitulasi menjamin berjalan jujur. Teknologi jelas jujur. Tinggal apakah otoritasnya mau bermain jujur atau bermain di bawah meja. (*)