SINYAL.co.id – Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemen Kominfo) bertindak aktif untuk menertibkan penggunaan perangkat telekomunikasi yang membahayakan frekuensi radio penerbangan di Indonesia.
Hal tersebut dilakukan demi mengantisipasi gangguan telekomunikasi, khususnya terkait keselamatan masyarakat.
Kegiatan penertiban tersebut oleh Kemen Kominfo dilakukan melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI).
Operasi penertiban terpadu penertiban alat dan perangkat telekomunikasi ilegal telah diadakan oleh Ditjen SDPPI pada 19 – 20 Juli 2017.
Kegiatan tersebut uga melibatkan Balmon Kelas II Surabaya, Konwas PPNS, Polda Jatim, dan Pomdam V Brawijaya.
Operasi tersebut menyasar para pembuat, perakit dan penjual alat atau perangkat telekomunikasi ilegal di wilayah Jawa Timur.
Kegiatan ini merupakan penerapan dari Undang-Undang No. 36/1999 tentang Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah No. 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, dan Permen Kominfo No. 1/2015 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi.
Inti dari ketiga peraturan tersebut mengatakan bahwa seluruh alat/perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, digunakan dan atau diperdangankan di Indonesia harus memenuhi ketentuan persyaratan teknik yang berlaku dan lolos uji dengan sertifikasi.
Sasaran penertiban ini diprioritaskan kepada pembuat, perakat dan penjual alat/perangkat telekomunikasi dengan daya pancar besar yang tak bersertifikasi di Indonesia.
Operasi Penertiban Terpadu di Jawa Timur dikoordinasi oleh Iwan Purnama yang merangkap Kepala Seksi Penertiban Standar PPI Direktorat Pengendalian.
Iwan mengatakan bahwa alat/perangkat telekomunikasi sangat mempengaruhi kualitas pancaran frekuensi radio. Pancaran tersebut dapat sesuai ketentuan atau menimbulkan gangguan.
Hasil Operasi Penertiban Penggunaan Perangkat Telekomunikasi
Dari operasi tersebut, Tim Kediri penjaring pembuat, perakit dan penjual Booster VHF/HF.
Sementara di Tulungagung, pabrik pembuat Exciter Radio FM dan Power Amplifier Radio FM pun berhasil dijaring operasi ini.
Beberapa pihak yang terjaring ini melanggar Pasal 32 UU RI No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Mereka pun menjalani tahap pemeriksaan lebih lanjut oleh PPNS Balmon Kelas UU Surabaya.
Dwi Handoko, Direktur Pengendalian Ditjen SDPPI menyatakan komitmennya untuk terus berusaha mewujudkan tertibnya sertifikasi alat perangkat telekomunikasi.
“Selama semester pertama tahun ini, kami telah mengajukan proses P21 sebanyak 11 kasus pelanggaran UU 36/1999 ke JPU. Dugaan pasal yang dilanggar tersangka adalah Pasal 32 jo Pasal 52, Pasal 33 jo Pasal 53, dan Pasal 38 jo Pasal 55,” lanjut Dwi.
Masing-masing pasal tersebut berisi tentang Sertifikasi persyaratan teknis alat atau perangkat telekomunikasi, Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan larangan perbuatan yang menimbulkan gangguan berupa fisik dan Gelombang elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.