Sungguh ironis, di saat operator kesulitan memperluas jaringan, pemain OTT Global membangun sendiri jaringan dan mengambil alih peran operator.
Ke depannya, situasi ini tampaknya akan terus berlanjut. Sementara itu di Indonesia, jumlah operator jaringan tetap (wireline) terus bertambah tanpa diimbangi konsep pengaturan yang mencegah tumpang-tindih penggelaran kabel.
Semakin banyak penyelenggara Jartup (yang disalah-pahami sebagai jaringan kabel antar kota) dan Jartaplok (packet-switched) dan menggelar kabel di rute dan area yang sama.
Hal ini akan amat merugikan para pelaku usaha karena utilisasi akan sangat rendah bahkan bisa nol atau tidak terpakai.
Investasi menjadi sia-sia dan jika modalnya dari hutang Bank, maka pasti terjadi kredit macet (NPL). Pelaku usaha rugi, Pemerintah dan masyarakat pun rugi.
Operator jaringan harus merapat dan mengajak Regulator untuk bersama mengantisipasi situasi yang akan terjadi.
Lebih baik 4gnya nyampe ke pelosok agar lebih maksimal dan desa desa terpencil bisa lebih maju