SINYALMAGZ.com – Ternyata haters menjamur tidak hanya karena membenci satu karakter saja, seperti selebritas atau tokoh politik tertentu. Namun menurut psikolog Prof Dr Hamdi Muluk, ia menilai bahwa haters juga bisa muncul karena himpitan ekonomi.
“Selain orang yang membenci satu karakter, ada juga kalangan yang awalnya bukan haters, bisa ikut gerakan pelintiran kebencian karena himpitan ekonomi.”, ujar Hamdi, sebagaimana dilansir dari laman Liputan6.com, Rabu (5/9/2018).
Parahnya lagi, dengan bisnis pelintiran kebencian ini, seseorang yang mulanya hanya memiliki kadar kebencian setengah, bisa menjadi full alias benar-benar benci kepada selebritas atau tokoh politik tertentu.
“Ada juga orang yang secara ekonomi berada di taraf bawah, tetapi ‘terpaksa’ jadi haters beneran karena ada tawaran pelintiran isu. Kebencian mereka biasanya didasari terhadap kelompok luar.”, ucap pria yang juga berprofesi sebagai guru besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu.
Hamdi Muluk menyebutkan bahwa pra-kondisi itu adalah orang-orang yang mudah sekali membenci kelompok luar dan menumbuhkan inteloreansi dan prasangka.
Tak hanya faktor himpitan ekonomi, biasanya orang-orang macam ini masa kecilnya mendapat didikan secara otoriter. Dalam psikologi, hal ini disebut authoritarian personality.
Umumnya, karakteristik tersebut suka menjangkiti orang-orang sayap kanan konservatif atau disebut right wing authoritarian.
Hamdi juga menilai, biasanya mereka mudah dijangkiti kebencian.
“Orang-orang fanatis, dogmatis, terlalu curiga dengan hal-hal yang berbau kebebasan. Mereka juga sangat rigid, pandangannya kaku, apalagi terhadap agama.”, ucapnya memaparkan.
Terkadang, kata Hamdi, orang dengan authoritarian personality itu tidak langsung kelihatan. Biasanya mereka di dunia online garang, tapi jika di dunia offline malah melempem.
“Ada momen di mana kelompok itu terkadang merasa terancam. Di dunia offline kemungkinan berekspresi terbatas, jadi dia enggak bisa beringas di dunia nyata. Sementara di dunia maya kadang identitasnya disamarkan. Jadi mereka bisa ‘nge-gas‘ dan menumpahkan energi negatif. Bisa jauh lebih brutal dari dunia offline.”, Hamdi menjelaskan.
Hamdi menilai, dunia maya penuh dengan anonimitas, menyebabkan orang yang tadinya tidak percaya diri jadi percaya diri, yang tadinya tidak “brutal” jadi lebih sadis.
Selain Hamdi, pakar media sosial, Nukman Luthfie, juga memberikan beberapa tips bagaimana cara menyikapi haters di media sosial.
“Amannya, tidak usah kita hiraukan. Kalau ada yang mem-bully dan menyebarkan hoax, tinggal lapor saja di platform terkait (Facebook atau Twitter).”, ujarnya.
Dengan semakin banyaknya selebritas dan tokoh ternama (seperti tokoh politik) yang aktif di media sosial, maka kian banyak pula akun-akun haters bermunculan.
Menjamurnya akun haters di berbagai platform media sosial memang menjadi fenomena tersendiri di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
“Secara umum, media sosial itu tempat orang mencurahkan perasaan, baik senang, sedih, susah dan lain-lain. Ketika perasaan satu orang disampaikan, orang lain akan mengikuti.”, Nukman menjelaskan.