WWW.SINYALMAGZ.COM – Kabar tidak enak melanda bisnis OJOL (ojek on line), akibat penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) atas upaya meresmikan layanan itu secara hukum sebagai alat transportasi umum, seperti halnya taksi online. Alasannya, Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), khususnya pasal 47 ayat 3, tidak menyebut sepeda motor sebagai alat angkutan orang atau barang dengan mendapat bayaran, OJOL tidak memenuhi kriteria masalah keselamatan dan keamanan.
Banyak negara bersikap sama, bahkan mengusir keberadaan OJOL, namun MK pun tidak menutup mata adanya fenomena ojek yang kemudian menjadi kebutuhan masyarakat banyak di perkotaan. Saat ini di seluruh Indonesia tercatat ada sekitar 1,8 juta kendaraan angkut online, 1,2 juta di antaranya berbentuk sepeda motor (ojek). Jumlah fisik taksi online mungkin lebih kecil sedikit karena banyak mitra pengemudi yang sekaligus menjadi mitra kedua perusahaan, baik Gojek atau Grab.
Di perkotaan, layanan transportasi online tumbuh menjadi layanan yang disukai masyarakat, yang berdampak luas, positif dan negatif. Positifnya, penyerapan tenaga kerja, penghematan bahan bakar dengan banyak dikandangkannya kendaraan bermotor, juga mengurangi kemacetan lalu lintas. Negatifnya, perilaku dan penampilan pengemudi kurang baik, juga sering mengaku tidak punya kembalian.
Penolakan-penolakan lembaga resmi pemerintahan berbagai negara tidaklah menyurutkan layanan ojek, yang dibuktikan oleh Gojek milik Nadiem Makarim. Perusahaannya kini sedang bersiap-siap melakukan uji coba operasi Gojek di Vietnam dan Thailand bekerja sama dengan mitra lokal.
Gojek akan beroperasi di Vietnam dengan nama Go-Viet sementara di Thailand nama layanannya Get. Menggandeng mitra lokal tampaknya menjadi suatu keharusan agar tidak ada friksi dengan layanan lokasl yang mirip yang sudah ada sebelumnya.
Taraf Hidup Naik
Gojek menyiapkan dana ekspansi 500 juta dollar AS (sekitar 7,2 triliun) dan perambahan ke mancanegara ini merupakan salah satu bagian dari kesepakatan antara Gojek dengan investor pendanaan. Hingga saat ini ada beberapa investor pendanaan untuk Gojek, antara lain Temasek, Google, Meituan, Tencent, Warburg Pincus dan PT Astra International.
Menjadi suatu kebanggaan Indonesia sebenarnya, ketika suatu merek usaha asli Indonesia mampu melebarkan sayap ke negara tetangga, yang dalam tahun ini akan meluas ke Filipina dan Singapura. Di Vietnam maupun Thailand bukannya tidak ada layanan serupa, namun pola kerja sama antara perusahaan berbasis aplikasi dengan mitranya itu merupakan hal baru.
Menurut CEO Go-Jek, Nadiem Makarim, pihaknya berkolaborasi dengan mitra lokal agar dapat memberi layanan yang relevan dengan konsumen lokasl. Untuk tahap pertama , Go-Viet dan Get baru akan memberi layanan berbagi kendaraan dengan penumpang dan logistik (barang), sementara layanan seperti Go-food (pesan-antar makanan) dan pembayaran elektronik seperti Go-pay akan dikembangkan kemudian.
Baik di Indonesia maupun di negara-negara tetangga, layanan ojek menumbuhkan masalah yang sulit diselesaikan, utamanya dari segi dasar hukum. Sepeda motor tidak pernah masuk dalam golongan angkutan umum, karena tidak memenuhi syarat dari segi keselamatan dan keamanan penumpangnya.
Meniru pengalaman di Indonesia, para mitra di kedua negara itu berharap OJOL akan meningkatkan taraf hidup dan pendapatan para mitranya. Kerja sama ini diperkirakan akan menumbuhkan kegiatan bisnis di skala UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah).
Hingga kini Gojek merupakan salah satu usaha rintisan yang berhasil menyandang status unicorn, yang nilai (valuasi) bisnisnya lebih dari satu miliar dollar AS, sekitar Rp 1,43 triliun. Tiga unicorn lainnya adalah Bukalapak, Traveloka dan Tokopedia. (*)
Artikel ini juga bisa dibaca di: http://www.sinyalmagz.com/wp-content/uploads/2018/07/DRAFT-Sinyal-JuLi-2018.pdf