QATAR, satu negara di Teluk Persia yang wilayahnya lebih kecil dari Jawa Barat dan perbatasan daratnya hanya Arab Saudi, adalah negara para Emir. Bukan hanya itu, Qatar adalah negeri dongeng sesungguhnya. Apa pun ada, sekaligus apa pun tidak ada.
Jumlah penduduk Qatar pada tahun 2017 sebanyak 2,6 juta jiwa yang terdiri dari 313.000 penduduk asli dan sisanya, 2,3 juta jiwa adalah ekspatriat dari berbagai bangsa, kebanyakan dari Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Puluhan ribu pekerja WN Indonesia mengais rezeki manis di negeri yang dikuasai Dinasti Al Thani itu, dari asisten rumah tangga sampai eksekutif di QP, Qatar Petroleum, dan captain pilot di Qatar Air.
Apa pun ada, rumah-rumah sakit bertaraf internasional yang umumnya diisi spesialis asal Inggris, restoran segala bangsa, dan mobil-mobil mewah berseliweran. Kalau di Indonesia Avanza merupakan mobil sejuta umat, di sana yang berlalu-lalang Toyota Land Cruiser, selain “Si Kuda Jingkrak” Ferrari, Lamborghini, Rolls Royce.
Di langit, pesawat komersial terkecil mereka adalah jenis Airbus 320 Neo, beroperasi bersama Airbus 380 yang jadi pesawat terbesar di dunia dengan kemampuan angkut maksimal 800 orang. Hanya beberapa perusahaan penerbangan dunia memilikinya.
Apa yang tidak ada, negeri ini tanpa pajak, kecuali untuk makanan berbahaya seperti makanan cepat saji. Padahal Arab Saudi yang juga dikenal kaya raya, sudah mulai menerapkan pajak penjualan dan pajak orang asing.
Bagaimana penduduknya tidak bahagia, pendapatan per kapita mereka mencapai 78.754 dollar AS. Bandingkan dengan Indonesia yang 3.501 dollar AS, atau Singapura yang 35.163 dollar AS, atau bahkan Arab Saudi yang “hanya” 15.724 dollar AS.
Penduduk Qatar tidak kenal kata “jual”, hanya kata “beli”. Kecuali menjual minyak dan gas bumi, Qatar tidak pernah mau menjual miliknya.
Saking kayanya, ada joke, penduduk yang bosan dengan mobilnya meninggalkan begitu saja di pinggir jalan. Lalu membeli mobil baru.
Hal sama juga terjadi pada PT Indosat. Walaupun tahun 2018 Indosat rugi sampai Rp 2,4 triliun, tak ada niatan pemilik kelompok Ooredoo itu menjualnya.
Sementara Cawapres 02 Sandiaga Uno bilang kalau memenangi pilpres akan membeli kembali, buy back, Indosat dengan harga pasar, yang saat ini diperkirakan Rp 9,9 triliun. Angka ini dihitung dari nilai 3,5 miliar saham Ooredoo kali harga pasar saham yang di bawah Rp 3.000 per lembar, padahal Qatar membeli Indosat dari STT Singapura tahun 2008 lebih tiga kali lipatnya.
Bagi Qatar, memiliki Indosat adalah satu kebanggaan, walau jumlah pelanggannya turun saat ini jadi 58 juta dari 115 juta pada akhir tahun 2017. Qatar masih punya sembilan operator telko lainnya di Afrika, Timur Tengah dan Asia Tenggara, dan jumlah pelanggan Indosat tetap merupakan yang terbesar di antaranya.
Qatar tetap sayang pada Indosat, dan berjanji akan menyuntik dana 2 miliar dollar AS, sekitar Rp 28,5 triliun dalam tiga tahun untuk membuatnya berjaya kembali.
So, Bang Sandi, tunggu saja mereka bosan. ***
emang yang janji buy back indosat dulu siapa?? bukan jaenudin yak…wkwkwk