WWW.SINYALMAGZ.COM – Nama BJ Habibie tidak lepas dari industri telekomunikasi nirkabel yang berkembang saat ini dan menjadi motor penggerak bisnis operator. Sebelum tahun 1993, Indonesia sudah mengenal teknologi jaringan NMT dan AMPS. Kedua teknologi ini juga berkembang di banyak negara.
Namun kemudian ketika dikenalkan teknologi GSM yang jauh lebih efisien dan lebih cepat pertumbuhannya, Indonesia berada dalam persimpangan jalan. Tahun 1993, banyak terjadi perkembangan luar biasa terutama dalam menentukan platform yang paling sesuai dengan kondisi Indonesia.
Adalah dua sosok industri telekomunikasi yang berperan menelurkan gagasan dan melakukan terobosan. Mereka adalah Hasnul Suhaimi (mantan Presiden Direktur XL Axiata) dan Merza Fachys (Presiden Direktur Smratfren) yang memburu untuk cepat lahirnya penerapan teknologi GSM.
Namun untuk itu, mereka harus mendapatkan kepastian dari pemerintah. Ada dilemma apakah akan meneruskan AMPS (cikal bakal CDMA) atau menggunakan GSM. PT Telkom sendiri sebelum melahirkan Telkomsel sudah melakukan serangkaian proyek yang mengarah kepada teknologi GSM.
Pemerintah pada 1993 melalui Menristek, BJ Habibie memutuskan untuk menggunakan GSM di frekuensi 900 MHz. Persoalannya untuk uji coba ini tidak bisa dilakukan begitu saja di ibu kota atau bahkan Jawa.
Maka dipilihlah Batam dan Bintan. Tiga BTS pertama GSM dibangun Telkom masing-masing satu di Batam dan dua di Bintan. Inilah cikal bakal teknologi telekomunikasi seluler GSM yang terus berkembang cepat hingga saat ini sudah berada di generasi 5G.
Kabarnya jika Hasnul Suhaimi, Merza Fachys dan BJ Habibie tidak segera bertemu, proyek GSM di Indonesia bisa mundur.
Jasa BJ Habibie menetapkan pemakaian teknologi GSM membuat Indonesia menjadi negara dengan pengguna ponsel nomor 6 terbanyak di dunia setelah Tiongkok, India, Amerika, Brasil dan Rusia. Nilai Industri ini juga amat besar, sumbangan kepada pendapatan nasional bahkan pernah mencapai 1.500 persen. (*)