sinyal.co.id
WARTAWAN kadangkala memang seenaknya menyampaikan pertanyaan ke menteri. Belum lama ini Menneg BUMN Rini Sumarno ditanya wartawan soal PT Indosat (Ooredoo) yang akan dijual lagi dan kesiapan Indonesia untuk membeli. Rini menjawab belum dengar berita itu, tetapi kalau memang benar, pemerintah akan mempertimbangkannya.
Sudah seringkali pemerintah didesak oleh DPR untuk membeli kembali (buy back) saham Indosat yang dikuasai investor asing, yang dulu dijual di zaman Presiden Megawati Sukarnoputri. Tidak mudah untuk menjual, tidak murah pula untuk membeli PT Indosat yang 85 persen sahamnya dikuasai kelopok Ooredoo dari Qatar.
Tidak mudah, karena bagi Qatar, Indosat bukan sekadar sumber pendapatan – yang justru minus – bagi negara petro dolar itu. Mereka tidak butuh uang, mereka lebih butuh kebanggaan. Bayangkan, dari 120 juta pelanggan seluruh Ooredoo di sebelas operator, pelanggan Indosat 70 juta.
Tidak masalah bahwa pendapatannya “njomplang”, karena 70 persen pelanggan hampir tidak menyetor keuntungan. Toh dari operator lain hasilnya bagus.
Pendapatan dari tiap pelanggan Ooredoo operator di Qatar per bulan 80 dolar AS, atau sekitaran sejuta rupiah. Di Indosat, hanya sekitar Rp 28.000, sama dengan rata-rata industri.
Kalaupun dijual, berapa Indosat dihargai? Nilai operator tidak diihitung dari ARPU (average revenue per user – rata-rata pendapatan dari tiap pelanggan) yang setahun Rp 340 ribuan itu, tetapi dinilai potensinya. Taruh potensi pelanggan setengah juta rupiah atau sekitar Rp 35 triliun.
Sulit menjual operator kedua terbesar di Indonesia itu karena dengan utang yang dua puluhan triliun dan laba yang minus, kapan impasnya. Kalau mau, pemerintah bisa, yang kemudian memoles untuk menjadi operator kinclong. Tetapi prioritaskah Rp 35 triliun plus kewajiban utang dibanding bangun infrastruktur?
Selentingan juga menyebutkan PT XL Axiata ditawar oleh pemilik pabrik rokok dan ribuan menara sewa. XL jauh lebih kinclong karena dengan pelanggan 43 jutaan pendapatannya sekitaran sama dengan Indosat dari ARPU sekitar Rp 47.000.
Kabar ini tidak diiyakan atau dibantah Dirut PT XL Axiata Dian Siswarini. Ia hanya berkata, untuk mengontrol manajemen tidak perlu punya saham di atas 80 persen seperti sekarang. Jadi?
Isu penjualan operator juga pernah merebak, ketika dikabarkan PT Hutchison Tri Indonesia (Tri) akan dibeli Indosat. Isu menguap begitu saja, sejalan kata satu petinggi Indosat, “Tri mintanya mahal sekali”.
Bukan isu dan bukan fitnah, satu operator telko, Bakrie Telecom, sudah menuju kematiannya. Mereka tidak mampu melayani pelaggannya lagi dan konon frekuensinya, selebar 5 MHz di 850 MHz akan diambil oleh Smartfren.
Smartfren lagi berjaya, walau pelanggan hanya di bawah 20 juta tetapi punya frekuensi melimpah, 30 MHz di 2300 MHz dan 5 Mhz di 850 MHz. Ia konon sedang dilirik operator lain.
Moch. Hendrowijono