sinyal.co.id
Bila kasus Google tidak disikapi dengan bijak, maka dikhawatirkan timbul ketidakadilan bagi pelaku usaha digital yang lain.
Kekhawatiran yang berembak adalah, terganggunya iklim investasi di industri digital yang tengah berkembang pesat. Padahal bisnis digital buatan Indonesia sudah mulai banyak yang patuh peraturan dan taat pajak.
“Kita ikuti terus perkembangannya. Yang mau saya tegaskan adalah fairness (keadilan). Bagaimana kita bisa fair (adil). Jangan sampai digital lokal seperti Tokopedia, Traveloka, Kaskus, dan lainnya yang bayar pajak malah harus menghadapi persaingan dari luar yang tidak bayar pajak. Jadi komunikasi dijalin terus,” ujar Thomas Lembong selaku Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Tindakan ini bisa dikatakan arogan, karena Google dengan mudahnya mengalirkan dana ke Negara lain yang memiliki pajak rendah. Padahal sumber penghasilan Google berasal dari Negara-Negara yang “dikibuli” pajaknya.
Posisi Indonesia di Asia Pasifik sendiri sangat menguntungkan bisnis Google. Raupan pundi-pundi iklan digital di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di kawasan Asia Pasifik. Google sendiri merasa apa yang dilakukannya selama ini sah.
Praktik pengaliran dana ke Negara berpajak rendah disebut-sebut sebagai sistem yang cerdas oleh petinggi Google sendiri, Eric Schmidt. “Saya sangat bangga dengan struktur yang kami buat. Kami melakukannya berdasarkan insentif yang ditawarkan pemerintah. Inilah yang disebut kapitalisme. Kami bangga sebagai perusahaan kapitalis. Saya tidak meragukan soal ini,” jelas Schmidt seperti dikutip dalam Daily Mail baru-baru ini.
Lalu