SinyalMagz.com – Sejumlah kelompok masyarakat dikabarkan akan menggugat peraturan registrasi ulang kartu pra-bayar. Hal ini karena dianggap membahayakan keamanan data pribadi konsumen. Padahal, hingga tenggat waktu registrasi ulang kartu telepon pra-bayar pertama pada akhir Februari 2018 lalu, sudah 320 juta nomor kartu yang tercatat.
Awalnya memang tidak tampak ada masalah, namun belakangan ada orang yang menemukan NIK dan KK-nya digunakan untuk 50 nomor.
Itulah yang mendorong sejumlah kelompok masyarakat menggugat peraturan pemerintah itu ke Mahkamah Konstitusi.
“Ini kan jadi keresahan banyak orang, karena sistem registrasinya memang dari awal kita sudah anggap itu akan menyebabkan tidak ada kepastian jaminan data itu tidak bocor. Lalu kalau terjadi kebocoran, apa mitigasinya?”, kata Damar Juniarto dari SAFEnet, Southeast Asia Freedom of Expression Network, yang akan ikut menggugat.
Pemerintah sendiri mewajibkan registrasi ulang dengan alasan antara lain: menghindari penipuan lewat telepon, meningkatkan keamanan, menanggulangi hoax, dan mempermudah proses transaksi keuangan.
Namun, kasus duplikasi 50 nomor itu memperlihatkan ada masalah baru, yakni keamanan data pribadi.
“Keamanan data pribadi diatur dalam perlindungan data pribadi yang UU-nya belum ada sampai sekarang, tapi kita sudah diminta untuk menyerahkan data pribadi kita.”, kata Damar.
Dikatakannya juga bahwa sebelum proses registrasi kartu pra-bayar, jual beli data nasabah atau nomor telepon sudah terjadi namun “perlindungan data pribadi tidak pernah terjadi.”
Di negara lain, kartu pra-bayar memang lumrah diregistrasi. Namun, kembali Damar menegaskan, bahwa negara-negara lain sudah memproteksi warga lewat UU yang berlaku, kecuali di Malaysia yang bisa menjadi contoh bagi pemerintah Indonesia.
“Malaysia yang sudah sejak 2006 mengumpulkan data warga pengguna selular, tahun lalu datanya dijual di eBay, seluruh pengguna handphone di Malaysia. Apa kita mau mencapai itu?”, tegas Damar.
Sistem yang tidak berjalan sempurna
Di sisi teknis, pengamat telematika Heru Sutadi menemukan ada sistem yang tidak berjalan sempurna dalam proses registrasi kartu pra-bayar. Sehingga terjadi kebocoran data yang dapat disalahgunakan untuk mendaftarkan nomor-nomor lain.
“Kalau ada lebih dari tiga nomor tidak dapat dipertanggungjawabkan, ada mekanisme blokir. Tapi sampai sekarang juga belum dilakukan.”, papar Heru yang juga menjabat sebagai Executive Director ICT Institute.