WWW.SINYALMAGZ.COM – XL Axiata selesai mengganti direktur keuangannya dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) Jumat (5/5). Mereka juga menetapkan besarnya pendapatan tahun 2022 yang naik dengan 9% dari tahun 2021 yang Rp 26,76 triliun menjadi sebesar Rp 29,2 triliun dan keuntungan yang turun 1,38% menjadi Rp 1,1 triliun yang dibagikan separuhnya (Rp 551,7 miliar) sebagai dividen.
Direktur keuangan yang baru, Feiruz Ikhwan, mantan CFO dan acting CEO Smart Axiata, Kamboja, menggantikan Budi Pramantika yang mengundurkan diri. Feiruz dengan pengalaman luasnya saat bekerja di Kelompok Axiata, diharapkan mampu mendorong peningkatan kinerja perusahaan dan mampu mendukung program digitalisasi pemerintah.
Presdir dan CEO XL Axiata, Dian Siswarini mengungkapkan, keuntungan perusahaan turun dari tahun 2021 yang sebesar Rp 1,2 triliun. Besaran dividen tiap saham yang akan dibagikan dalam 30 hari ke depan adalah Rp 42, selain sejumlah sisa Rp 100 juta ditetapkan sebagai saldo laba yang ditahan.
Dian mengatakan, kompetisi industri pada 2022 sangat baik. Pihaknya pun akan menjalankan sejumlah strategi mengerek pendapatan pada tahun 2023, dengan target pertumbuhan 6%-8% berupa penguatan dan perluasan infrastruktur jaringan.
Capex (capital expenditure – biaya modal) yang akan dikucurkan XL sekitar Rp 8 triliun, turun dari Rp 9 triliun di tahun 2022. Hal ini dilakukan karena beberapa hal yang seharusnya dilakukan di tahun 2023 telah dikerjakan tahun sebelumnya.
BACA JUGA: Pendapatan Bersih Dinormalisasi XL Axiata 2022 Capai Rp 1,1 Triliun
Target pembangunan jaringan, menurut Direktur dan Chief Technology Officer XL, I Gede Darmayusa, memperluas cakupan di luar Jawa. “Di Jawa sudah padat sesuai kenyataan bahwa 60% penduduk Indonesia ada di Jawa, sehingga kami fokus membangun luar Jawa yang besar juga potensinya,” katanya.
Badung tebang tower BTS
Paparan kinerja tahun 2022 juga mengungkapkan berbagai masalah, antara lain soal ditebangnya BTS beberapa operator seluler di Kabupaten Badung, Bali. “Jumlah BTS yang paling banyak di-dismantle adalah XL Axiata,” kata I Gede Darmayusa yang juga berasal dari Bali. Pelanggan XL Axiata dan operator lain usai penebangan justru mendapatkan layanan 2G, bukannya 4G LTE yang semestinya sudah luas cakupannya.
Sewaktu pandemi Covid-19, dan juga ketika ada event-event internasional, operator selalu diminta pemerintah mendukung dengan memperluas dan meningkatkan layanan seluler. Namun tanpa alasan yang jelas Pemda Badung menebang 48 menara BTS milik operator, sehingga operator dan banyak pelanggan seluler dirugikan, apalagi infrastruktur tadi ada di kawasan wisata utama, Jimbaran dan Kuta.
Selain masalah perizinan pembangunan menara, kebijakan menebang BTS juga dipicu oleh monopoli penyewaan menara yang ditetapkan pemda kabupaten yang harus lewat PT Bali Towerindo Sentra (BTS). Perusahaan penyedia menara ini sudah melakukan perjanjian kerja sama dengan pemda yang isinya antara lain pemda tak akan menerbitkan izin bagi perusahaan pembangun menara selain PT BTS.
BACA JUGA: ATSI Sesalkan Pembongkaran BTS di Badung Bali
Menara yang sudah terbangun pun tidak diperpanjang izinnya, sehingga secara hukum ke-48 menara tadi adalah “menara bodong” atau tidak berizin. “Ini berdasarkan rekomendasi Tim Penataan dan Pengawasan Pembangunan Menara Telekomunikasi,” ujar Kepala Satpol PP Badung, I Gusti Agung Ketut Suryanegara, seperti dikutip media.
PKS tadi dinilai berlawanan dengan SKB (surat keputusan bersama) Mendagri, Menteri PUPR, Menkominfo dan Kepala BKPM. Isinya antara lain soal pemda wajib memperhatikan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam meneribitkan IMB di daerahnya. (hw)