Oleh: Garuda Sugardo, IPU (Mantan Telkom, Telkomsel, Indosat, Anggota Wantiknas, dan MKE PII)
Minggu ke-3 bulan Desember 2020 betapa cerah pelangi seluler menyapa. Lembayung di langit membawa kabar bahwa 5G akan segera hadir di Indonesia. Itulah hasil tender blok frekuensi 5G bagi 3 (tiga) operator yang memenangkan seleksi penggunaan pita 2,3 GHz (2.360 – 2.390 MHz).
Adalah PT Smartfren, PT Telkomsel, dan PT Tri Indonesia, mereka mendapatkan penetapan sebagai pemenang spektrum 5G, masing-masing dengan cakupan ”nasional”. Untuk setiap blok selebar 10 MHz band, mereka harus merogoh kocek Rp144.867.000.000,00.
Namun di bentangan khatulistiwa, ada langit di atas langit. Pada 23 Januari 2021, angin kencang tetiba datang dan amat mengejutkan menayang di hari Sabtu siang. Kementerian Kominfo mengumumkan penghentian proses lelang blok frekuensi radio pada spektrum 2,3 GHz tersebut.
Alasan pembatalan hasil tendernya agak susah dicerna; yaitu “Dalam rangka mengedepankan prinsip kehati-hatian dan kecermatan guna menyelaraskan setiap bagian prosesnya dengan ketentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sesuai PP No. 80 Tahun 2015”.
Karena tidak terdengar adanya protes dari ketiga pemenang tender tersebut, jadi naif saja bila kita ribut-ribut segala. Selanjutnya, akan ada langkah tindak yang lebih cermat agar ”ketidakprudenan” proses kemarin bisa dikoreksi.
Mereka-reka makna ”prinsip kehati-hatian” seperti dimaksud pada proses pembatalan tender spektrum 5G di atas, kiranya kita hanya bisa berspekulasi, sambil selingan mengisi waktu WFH. Tapi dengan clue tentang PNBP, maka wajar ada yang menduga adanya info whistleblower bahwa harga yang Rp144.867.000.000,00 (sekitar $10 Juta, atau $1 Juta per 1 MHz band) diangap ”terlalu sedikit” untuk penerimaan kas negara.
Namanya juga gosip, ada pula yang sok tahu bicara mengenai adanya lobby-lobby tingkat tinggi. Dari kongkowan tadi, kita jadi teringat bahwa di pita 2,3 GHz ini ada operator non seluler BWA PT Berca yang masih mengoperasikan akses broadband internet selebar pita 30 MHz.
Untuk dapat menggelar 5G di pita yang contiguous(berdampingan), idealnyalah operator 5G melakukan deal B-to-B dengan sang pemilik dan mengakuisisi spektrum emas tersebut. Bila Anda yang memiliki 30 MHz band tersebut, berarti kapitalisasi lahannya (hanya) dihargai $30 Juta, padahal investasi yang sudah digelontorkan mungkin saja di atas nilai tersebut.
Logikanya, harus ada solusi yang “win-win”.
Obrolan yang rada cerdas boleh juga dicatat, bahwa pembatalan ini bisa jadi akibat dilikuidasinya BRTI. Dengan ketiadaan fungsi pengawasan yang “independen”, maka proses lelang 5G yang telah dirintis sejak lama ini menjadi kehilangan elan.
Rentang waktu antara pengumuman hasil tender dan pembatalannya yang berselang satu bulan lamanya, memang menimbulkan banyak heran dan tanya. Tapi karena ini terjadi di Indonesia, jadi anggaplah sebuah dinamika dan “kekhilafan”. Retorikanya, pasti ada hikmah di balik peristiwa. Lain halnya bila ini terjadi di Jepang, barangkali kita akan mendengar berita susulan tentang officer yang pamit mundur dari posisinya.
Bung, selular 5G bukan hanya tentang konektivitas dan aksesibilitas internet broadband. Indonesia saat ini tengah bergegas menerapkan transformasi digital di segala bidang dalam rangka pembentukan karakter bangsa sejalan dengan tema global Industry 4.0. Sementara itu, tidak disangsikan bahwa 5G adalah enabler dari penerapan pelbagai teknologi maju: Robotics, Artificial Intelligent, Autonomous Vechicle, Holographic 3D, Augmented Reality, Internet of Sense dan teknofiksi Smart City.
Implementasi 5G diyakini akan menghela cepat kemajuan bangsa berbasis iptek dan TIK di pasca pandemi seperti yang diharapkan oleh Presiden Jokowi.
Karenanya, tender ulang harus segera dilaksanakan agar 5G dapat secepatnya digelar.
Mau apa lagi? Calon pelanggan segmen industri dan korporasi sudah menanti di beranda; referensi tentang lelang spektrum frekuensi dari banyak negara sudah tersedia. Tim pendamping dari ITB dan BPKP selalu siap sedia. Agar nilai tambahnya terasa, kita berharap juga agar para pemenang tender ulang nanti disyaratkan menggunakan teknologi 5G ”Made in Indonesia”.
Kita doakan prosesnya lancar dan semoga seluler 5G akan indah menghiasi langit Indonesia tercinta.
Mari selalu jaga protokol kesehatan.(*)