WWW.SINYALMAGZ.COM – Peta penjualan smartphone di Indonesia diam-diam telah berubah sejak tahun silam. Laporan IDC menyatakan bahwa perubahan itu sudah terjadi sejak lepas kuartal ke 2 tahun 2019.
Samsung, pendominasi penjualan smartphone selama bertahun-tahun, tahun silam sudah tak layak lagi disebut raja smartphone.
Penjualan Samsung terus anjlog memasuki kuartal pertama 2019. Bahkan sepanjang 2019 boleh disebut tahun duka bagi produsen Korea ini di Indonesia.
Seri-seri yang diharapkan menjadi penambang uang tak bisa diandalkan. Seri-seri tersebut di kelas mid end. Soal harga juga ditengarai menjadi persoalan besar, sementara dari teknologi fitur di kelas tersebut kalah berkompetisi dengan brand lain.
Sementara seri-seri gacoan alias Galaxy S maupun Note juga kelewat mahal. Konsumen Indonesia menjadi lebih realistis menghitung antara kesepadanan harga, fungsi dan fitur. Teknologi sangat maju, namun tak semuanya didukung infrastruktur sehingga lebih banyak mudaratnya daripada manfaat.
Maka, melaju kencang Oppo. Brand yang bertahun-tahun berada di posisi dua atau tiga. Kenaikan eksponensial terjadi pada kuartal 2 menuju kuartal 3.
Inilah kenyataan pahit brand Korea, digasak oleh brand China yang memang mengincar posisi. Oppo juga diuntungkan oleh pudarnya brand-brand terkenal seperti LG Mobile, Sony, maupun Lenovo.
Lebih pahit lagi, karena menjelang kuartal 3, mendadak vivo melejit. Dan, tak bisa ditolak, untuk pertama kalinya Samsung dijegal brand yang terhitung baru beberapa tahun merambah pasar Indonesia.
Vivo bergerak santai namun menggerus terus market share Samsung di daerah. Strategi dari kota menuju ibukota berjalan sukses. Bahkan vivo satu-satunya brand yang market share-nya sangat eksponensial. Dan? Terjadi terus hingga kuartal 1 tahun 2020.
Dan, lagi? Di awal tahun, seterunya alias Oppo sudah dilibas oleh vivo.
Benarkah karena pasar sudah bosan dengan segala taktik Samsung dan Oppo?
Bisa jadi. Bermain sebagai papan atas, tak sulit bagi kedua nama ini untuk “memainkan” harga. Oppo bagus, tapi mahal. Samsung lebih bagus, tetapi lebih mahal lagi.
Vivo lumayan bagus, tetapi harganya lebih pas ukuran dompet pembeli.
Ini bukan mengada-ada. Sebagai perbandingan adalah brand lain bernama Realme. Brand bayi yang selama 2019 menanjak terus dengan jumlah seri yang sebenarnya sedikit.
Realme macam vivo saat awal-awal. Produk cukup ok, fiturnya memahami benar keinginan pengguna, harganya diset lebih “mengerti” dengan budget calon pembeli kebanyakan.
Oh ya, apa kabar Xiaomi?
Brand ini boleh saja paling memahami strategi pemasaran by community. Tetapi pengelolaan brand dan kebijakan harganya belakangan mulai tak seperti dulu lagi. Jadi, sepanjang 2019, ya begitu deh. Naik-turun, rata, taka da kemajuan dramatis.
Samsung mencoba bangkit tahun 2020. Sudah kebakaran jenggot rupanya. Memasuki 2020 mulai nge-gas. Tetapi Corona menghadang. Bisa bangkit di kuartal 1 2020, tetapi rasanya tak ada produk hero yang ditawarkan, pun konsumen memilih eratkan ikat pinggang.
Oppo? Hmm…. Seperti jagoan kebetulan. Awal 2020 terengah-engah. Dan seperti kehabisan tenaga, lesu lemah. Harus rela turun dari panggung juara.
Siapa penyodoknya?
Siapa lagi kalau bukan Vivo. Kalau melihat tren sejak awal 2019, mustinya Vivo akan menjadi brand paling berkibar selama 2020. Itupun tergantung dari kebijakan harga. Soal teknologi perangkat, semua brand so-so.
Realme? Wow, perlu asupan vitamin nih. Belum juga sempat naik podium sudah loyo. Bakal sia-sia usaha keras 2019 jika tak punya semangat tinggi.
Xiaomi? Memang harus puas dengan pemain kelas menengah. Apalagi sudah tak ada lagi produk Xiaomi yang bikin calon pembeli segara memutuskan membayar. Itu pilihan.
Brand lain? Tampaknya tak ada tempat. Sejak 2019 sudah drop. (*)