REGISTRASI kartu prabayar membawa korban. Tidak usah bicara soal Smartfren yang memang dalam proses merugi meskipun jumlah kerugiannya makin kurang, Telkomsel dan Indosat Ooredoo dan XL Axiata mengalami penurunan laba bahkan rugi dalam proses registrasi yang baru saja lewat.
Dari laporan keuangan operator telko papan atas triwulan pertama tahun 2018, operator paling parah adalah Indosat yang pendapatannya turun dari Rp 7,29 triliun di triwulan 1 tahun 2017 menjadi Rp 5,692 triliun di triwulan 1 tahun 2018.
Anak perusahaan Ooredoo itu mencatatkan rugi Rp 505,69 miliar, turun fantastis, 390,8 persen dari Rp 173,85 miliar pada periode sama.
Kelompok PT Telkom (Telkomsel di dalamnya), walaupun mencatat kenaikan pendapatan 4,26 persen dari Rp 31,022 triliun menjadi Rp 32,343 triliun, labanya turun 13,64 persen dari Rp 6,7 triliun menjadi Rp 5,78 triliun.
Sementara XL Axiata yang juga mencatat kenaikan pendapatan periode sama dari Rp 5,265 trilun menjadi Rp 5,5 triliun (4,48 persen) labanya pun ikut turun dengan 66,8 persen dari Rp 46,5 miliar menjadi Rp 15,43 miliar.
Smartfren angka kerugiannya turun 9,2 persen dari Rp 754,3 miliar menjadi Rp 685 miliar, dengan pendapatan yang naik 4,48 persen dari Rp 1,02 triliun menjadi Rp 1,2 triliun. Para operator sudah mengantisipasi terjadinya penurunan laba, karena proses registrasi memotong banyak sekali nomor pelanggan yang dilaporkan.
Jumlah pelanggan seluruh operator yang dilaporkan sebelum program registrasi mencapai 405 juta lebih, namun pada 1 Mei lalu jumlahnya sudah menyusut menjadi 354,79 juta. Jumlah pelanggan naik-turun dalam proses registrasi, dari 376 juta pada 31 Desember 2017 menjadi 305,8 juta pada masa akhir registrasi di 28 Februari, naik lagi menjadi 353 juta pada 24 April, dan ketika program registrasi dianggap selesai oleh pemerintah, pada 30 April 2018, jumlahnya 354.792.159 nomor pelanggan.
Dari jumlah akhir itu, Telkomsel memiliki 192,75 juta pelanggan, turun dari 196,32 juta pada akhir triwulan 4 tahun 2017. Indosat mencatat pelanggan akhirnya 96,2 juta dari 110,2 juta, dan hanya XL Axiata yang pelanggannya naik tipis dari 53,5 juta menjadi 54,5 juta.
Penambahan jumlah pelanggan menjadi obsesi operator dengan harapan pertumbuhan pendapatannya bisa sebanding. Pada kenyataannya, jumlah pelanggan yang dilaporkan juga termasuk nomor yang sudah tidak aktif, sehingga selain membebani sistem juga menurunkan ARPU (average revenue per user – rata-rata pendapatan dari tiap pelanggan).
Masa lalu, operator menjual perdana dengan program promosi sehingga harganya menjadi murah untuk paket data, dibanding jika membeli paket data terpisah untuk pelanggan lama. Akibatnya banyak kartu perdana dibuang begitu saja ketika paketnya habis. Dengan program registrasi yang verifikasinya dilakukan Kementerian Dalam Negeri lewat Ditjen Kependudukan dan Pencacatan Sipil (Dukcapil), orang tidak bisa lagi sembarangan memasukkan data untuk registrasi. Jumlah pelanggan akhir itulah yang bisa dikatakan angka murni, yang akan membuat industri menjadi lebih efisie
Bisnis model operator pun berubah, tidak lagi ada promosi dalam penjualan kartu perdana karena paket data dijual terpisah. Dengan kebijakan ini, di tengah jenuhnya jumlah pelanggan seluler, operator perlu melakukan upaya ekstra untuk mendapat pelanggan baru, atau mengakuisisi pelanggan operator lain.
Lebih merawat pelanggan
Bagaimanapun, pencapaian Indosat ini sangatlah pahit. Apalagi jika dilihat gebyar operator milik Ooredoo Qatar itu yang selama tahun 2017 berhasil mendapat laba hingga Rp 1,136 triliun, naik 2,8 persen dibanding tahun 2016 yang mencatat laba Rp 1,1 triliun. Proses registrasi yang ternyata pedomannya sering berubah dalam waktu singkat membawa para operator telepon seluler ke dalam arus aji mumpung.
Pada saat itu, semua operator mewajibkan mitra distributornya menguras isi gudang kartu perdana dan menjual, bahkan mengaktifkannya sebelum dijual, untuk mengantisipasi kerugian akibat kartu perdana lama tidak laku dijual. Namun dalam proses registrasi tersebut terjadi anomali selain akibat beda sistem antara operator dan Ditjen Dukcapil, berupa 55 juta nomor perdana diaktifkan oleh 400-ribuan NIK dengan menggunakan robot. Dan, Indosat merupakan operator dengan pencapaian anomali terbesar, karena satu NIK (nomor induk kependudukan) berhasil mengaktifkan 2,2 juta kartu prabayar perdana, walau kemudian semua nomor tadi diblokir.
Mendapat tekanan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan juga dilaporkan ke aparat keamanan, Indosat menjadi sangat hati-hati. Selama triwulan 1 tahun 2018 Indosat justru melakukan penyetopan penjualan kartu perdana sambil membenahi sistem yang ada sementara operator lain tetap aktif melakukan penjualan. Akibatnya jumlah pelanggan yang pada akhir triwulan 4 tahun 2017 sebanyak 110,2 juta, merosot dengan 12,7 persen menjadi hanya 96,1 juta saja di triwulan pertama 2018.
Sebenarnya anomal tidak hanya terjadi di Indosat, tetapi juga di operator lain walau jumlah masing-masing tidak sampai sejuta nomor sehingga tidak terlalu menghebohkan. Ketika operator lain masih berkutat bagaimana cara menambah jumlah pelanggan, yang terbentur tembok keras lewat kebijakan registrasi, Indosat lebih memilih merawat pelanggan yang ada dengan harapan pendapatan dari tiap pelanggan naik.
Dengan pendapatan Rp 29,9 triliun pada tahun 2017 dari 110,2 juta pelanggan atau Rp 22.600-an per pelanggan per bulan, di triwulan pertama 2018 dari 96,1 juta pelanggan pendapatan mereka hanya Rp 5,7 triliun, atau Rp 19.800-an dari tiap pelanggan per bulan. Ini merupakan ARPU yang rendah untuk industri, karena ARPU XL Axiata sekitar Rp 30.000 dan Telkomsel sekitaran Rp 45.000. Namun manajemen manajemen Indosat Ooredoo optimistis kinerja tahun 2018 yang dimulai triwulan kedua akan membaik karena ARPU triwulan pertama tahun 2017 sekitaran Rp 28.000. Apalagi belanja data pelanggannya makin hari makin tinggi sementara belanja SMS dan suara makin susut. (*)