Ramai-ramai turun laba
Dari tiga operator papan atas, PT Telkomsel, PT XL Axiata dan PT Indosat Ooredoo, hanya Telkomsel saja yang berhasil meraih laba, walau laba di triwulan ketiga 2018 lebih rendah dibanding triwulan tiga 2017. Persoalan serius di tiga operator itu, mereka tidak bisa jualan lebih banyak dan lebih mahal dibanding tahun-tahun sebelumnya, akibatnya produk operator tersimpan rapi di gudang distributor.
Pada periode tadi, laba PT Telkom (induk PT Telkomsel) turun dari Rp 17,9 triliun (2017) menjadi “hanya” Rp 14,4 triliun, XL Axiata turun dari laba Rp 238 miliar menjadi rugi Rp 132,5 miliar. Indosat dari laba Rp 1,2 triliun menukik menjadi rugi Rp 1,253 triliun.
PT Telkomsel tahun 2019 ini masih akan bisa jualan, karena jaringannya sudah masuk sampai ke pedesaan bahkan ada di daerah terpencil, dengan dukungan lebih dari 180 ribu BTS. XL Axiata punya 110 ribu BTS di seluruh Indonesia dan Indosat hanya punya sekitaran 62 ribu BTS. Ketika dua operator lain berencana menambah setidaknya 10.000 BTS masing-masing di tahun 2019 dengan biaya modal (capex – capital expenditure) tujuh triliun rupiah, Indosat berencana hanya menambah di bawah 6.000 BTS.
Capex Indosat tahun 2018 sekitaran enam triliun rupiah, namun pembangunan jaringannya seret akibat kurangnya dukungan. Program perluasan jaringan 4G di empat kawasan, Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara, belum mendongkrak kinerja anak perusahaan Ooredoo Qatar itu.
Indosat perlu memperbesar capex-nya, untuk mengejar perluasan jaringan yang jumlahnya bisa sebanding dengan operator pesaing. Setidaknya mereka harus membangun 70 ribuan BTS dalam dua tahun jika ingin melayani hampir seluruh wilayah Indonesia, tidak hanya sekadar hadir dengan satu atau dua BTS di satu kawasan.
Minimnya BTS ini yang membuat para distributor – tidak hanya di Indosat – kesulitan menjual produk operator, baik yang berbentuk kartu perdana maupun paket data. Padahal harga paket data di Indonesia sangat murah dibanding operator negara lain.
Operator seluler di China menjual paket data senilai Rp 100.000 untuk dua giga, tetapi operator Indonesia menjual paket data dua giga paling tinggi Rp 50.000, bahkan Rp 25.000. Sementara biaya modal pembangunan jaringan 4G jauh lebih mahal dibanding pembangunan jaringan 3G, yang konon hingga kini masih menjadi beban operator karena modal 3G belum impas.
Bagaimana dengan Presiden Jokowi?