SINYALMAGZ.com – Dominasi angkatan laut Inggris, Royal Navy, memang sangat kuat sebelum era keemasan itu berakhir di abad 21. Bahkan menurut sejarah, Inggris adalah yang pertama kali memiliki kapal perang modern di Eropa, HMS Dreadnought, ketika negara-negara lain masih menggunakan kapal berbahan kayu dan layar tiang tinggi.
Dikutip dari Naval Power and Expeditionary Wars dan Wikipedia, Jumat (4/01/2019), dominasi Royal Navy di lautan sempat menantang angkatan perang Indonesia di Selat Sunda.
Penyebabnya tak lain karena digelorakannya Dwikora pada 3 Mei 1963 oleh Soekarno dan penyusupan para gerilyawan Indonesia ke Kalimantan Utara, yang saat itu menjadi sinyalemen perang bagi Inggris.
Tak mau tinggal diam, pada 27 Agustus 1964, Inggris pun lantas melakukan “Show of Force” dengan melayarkan kapal Induk HMS Victorious, yang dikawal oleh dua kapal penghancur dari Singapura menuju Australia, untuk melewati Selat Sunda tanpa izin.
Aksi tersebut lantas membuat Menlu RI saat itu, Soebandrio, marah karena aksi angkatan laut Inggris yang melewati Selat Sunda tanpa izin.
Pihak Indonesia juga menilai hal itu sebagai aksi “pancingan”, agar pihak TNI AL (AURI atau ALRI) menyerang armada Inggris dan menjadi alasan Inggris untuk berperang dengan Indonesia.
Lantas, pada tanggal 2 September 1964, Soebandrio memberikan ultimatum keras ke armada Inggris pimpinan HMS Victorious agar jangan coba-coba melewati Selat Sunda saat perjalanan kembali ke Singapura, atau akan tanggung konsekuensinya.
Ucapan Soebandrio itu bukan isapan jempol belaka. Setelah pernyataan keras itu dilontarkan, armada Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) langsung menggelar latihan militer skala besar di Selat Sunda untuk menunjukkan seriusnya ultimatum tersebut.
Reaksi Inggris menanggapi hal ini acuh tak acuh. Bahkan Pangeran Louis Mountbatten (paman dari Pangeran Charles) nekat berkata bahwa Inggris akan malu besar jika armada HMS Victorious pulang tidak berani lewat Selat Sunda.
Ia berpendapat, hal tersebut merupakan penghinaan terhadap angkatan laut Inggris.
Namun jawaban dari Pangeran Louis Mountbatten itu malah mendapat reaksi negatif dari para perwira di AL Inggris sendiri.
Para perwira itu mengingatkan bahwa jika HMS Victorious masih bebal dan nekat melewati Selat Sunda, maka ancaman tenggelamnya flagship Royal Navy itu segera terjadi.
Parlemen Inggris juga berpendapat sama, bahwa lewatnya HMS Victorious di Selat Sunda bisa membawa Inggris ke peperangan yang tidak perlu terjadi.
Kekahawatiran ini dinilai wajar, karena pada saat itu, Angkatan Perang Indonesia, terutama TNI AL, sudah memiliki segudang alat utama sistem senjata (alutsista) seperti pembom Tupolev Tu-16 dan kapal cepat rudal Komar Class yang memiliki senjata khusus untuk membabat kapal induk.
Namun keinginan Pangeran Mountbatten sudah tidak bisa dibendung lagi.
Maka mau tak mau, Menhan Inggris saat itu, Peter Thorneycroft, kepala staf Royal Navy David Luce, dan perwira tinggi Royal Navy, Varyl Begg, langsung merencanakan operasi pengamanan terhadap HMS Victorious di Selat Sunda.
Operasi pengamanan itu dinamakan “Althorpe” dan “Shalstone”.