Hari-hari ini dan ke depan, kita tidak sedang dalam dunia konvensional lagi. Sebagian kehdupan telah berpindah atau tergantikan melalui beragam fasilitas dengan teknologi digital sebagai punggungnya.
Pola mengkonsumsi berita pun telah berpindah dari koran dan televisi ke smartphone. Dan belakangan ternyata tidak membutuhkan kemampuan membaca lagi. Melainkan melihat dan mendengar.
Masyarakat telah dimanjakan oleh kehadiran segala kedigitalan fungsi. Kebutuhan akan internet cepat pun semakin menjadi dambaan. Fakta itu mencuat setelah Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) membuat survei Profil Internet Indonesia 2022.
Lebih dari 7.500 responden yang tersebar di seluruh Indonesia, sebanyak 54,32% mengaku mengalami gangguan koneksi lambat. Lalu, 32,35% lainnya mengeluh soal koneksi internet terputus-putus. Artinya, lebih dari 80% atau mayoritas pengguna paling sebal jika kecepatan jaringan internet mereka tidak sesuai harapan.
Padahal, jaringan telekomunikasi telah berubah fungsi dari transmisi voice dan pesan menjadi data. Tidak heran jika tuntutan pengguna juga berubah. Mereka kini lebih mementingkan akses internet untuk berbagai keperluan. Ditambah lagi, sejak terjadi pandemi Covid-19, sebanyak 42,46% pengguna mobile internet menyatakan mengeluarkan biaya pemakaian internet lebih dari biasanya.
Dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 50.000,00 hingga Rp 100.000,00 per pelanggan (menurut pengakuan 46,8% responden APJII), tentu saja mereka menuntut mutu jaringan yang semakin baik.
Parameter umum kualitas jaringan (baik ITU maupun FCC) adalah berdasarkan kecepatan download dan upload. Seluruh operator di dunia melakukan pengukuran atas dua parameter tersebut.
Maka keputusan pemerintah untuk memastikan tulang punggung ekonomi nasional pada jaringan 4G adalah sebuah keniscayaan. Ekonomi tradisional berubdah menjadi ekonomi digital terjadi di mana-mana.
BAKTI Kominfo selama tahun 2022 sangat intensif membangun menara BTS hampir di seluruh daerah di Indonesia yang selama ini blank spot. Mekanisme USO digelar bersama operator seluler untuk mengisi lubang-lubang kosong sinyal telekomunikasi.
Kerjasama itu juga telah dimulai sejak awal tahun. Bersama Telkomsel, BAKTI Kominfo mengisi sebanyak 7.772 desa yang terdapat di pembagian area 2 hingga 9, yang sebagian besar terdapat di kawasan Indonesia timur. Sedangkan dengan operator XL Axiata, penandatanganan dilakukan BAKTI Kominfo untuk mengisi 132 titik khususnya di area Sumatera.
Lalu bagaimana dengan sisi layanan digital di era sekarang?
Hampir seluruh layanan sangat membutuhkan transfer kecepatan yang terus bergerak cepat dalam kapasitas data yang semakin besar. Bahkan sebagian kemudian menentukan standar akses bagi pengguna.
Netflix misalnya memberikan rekomendasi kepada pengguna untuk standar yang sesuai agar lebih nyaman menikmati konten film mereka. Kalau Anda hanya sekadar menikmati film-film dengan resolusi HD (high definition) 720p cukup dengan bekal kecepatan unduh 3 Mbps. Atau bila menikmati film versi 1020p butuh kecepatan 5 Mbps. Dengan kata lain, seluruh operator dengan rapor OpenSignal masing-masing dapat mengakomdir kebutuhan tersebut.
Namun jika yang Anda inginkan film atau video dengan kualitas UHD (ultra high definition) alias 4K, Netflix merekomendasikan menggunakan jaringan dengan kecepatan download minimal 15 Mbps. Artinya hanya jaringan XL Axiata dan Telkomsel yang memenuhi standar.
Sementara jika Anda membutuhkan untuk keperluan mendengarkan musik, seluruh operator layak mengakomodir. Beberapa aplikasi streaming music seperti Spotify, Amazon Music, Apple Music, SoundCloud menyarankan download speed antara 0,32 hingga 7,46 Mbps. Namun, kalau Anda menyukai tembang-tembang dengan kualitas high fidelity sound seperti yang ditawarkan oleh Tidal atau Primephonic (koleksi lagu klasik) mau tak mau mesti bermodal speed 18,43 Mbps.
Korelasi antara rekomendasi penyedia konten dengan rapor operator yang dirilis OpenSignal berdampak nyata pada indikator lainnya. Pada pengalaman video umpamanya, poin XL Axiata adalah yang tertinggi. Metrik pada indikator ini didasarkan pada pendekatan dari International Telecommunication Union (ITU) yang diperoleh dari penelitian mendalam yang menghasilkan suatu hubungan antara parameter teknis, termasuk kualitas gambar, waktu pemuatan video dan laju penundaan.
Dengan permintaan konsumsi video melalui jaringan seluler yang meningkat pesat, kualitas pengalaman saat streaming video telah menjadi salah satu aspek yang sangat penting dari pengalaman jaringan seluler pengguna.
Standar kebutuhan kecepatan jaringan menurut FCC untuk game seperti Fortnite sebesar 3 Mbps, sedangkan game macam Arena of Valour 4 Mbps.
Cakupan 4G identik dengan seberapa besar peluang pengguna memperoleh broadband. Seperti diketahui APJII menyebutkan bahwa 77,64% pengguna internet sangat mengandalkan jaringan mobile data. Di mana 47,15% di antara pengguna mobile tersebut akan menginginkan sinyal terkuat.
Konsumen meminta karena penyedia layanan pihak ketiga (video, game, media sosial, dll) mensyaratkan akses internet dengan standarisasi tertentu. Jaringan 3G sudah tidak mampu mengakomodasi hal tersebut.
Walaupun menyelenggarakan infrastruktur berbasis nirkabel lewat menawara BTS juga bukan pekerjaan mudah. Strategi lain yang mengemuka adalah optimalisasi jaringan setara 4G dengan menggunakan fasilitas satelit.
Dua satelit tengah dalam proses pengerjaan, yaitu satelit SATRIA 1 di Perancis dan satelit pendukungnya atau Hot Backup Satellite (HBS). Keduanya dengan teknologi High Throughput Staellite (HTS) yang menyiapkan kapasitas sangat besar.
Inilah satelit yang kelak akan menjadi “BTS” di kawasan langit Indonesia. Dengan sistem telekomunikasi seperti ini akan lebih mudah menjangkau daerah-daerah 3T yang mustahil ditembus BTS umumnya.
Jadi mem-4G-kan setiap titik di Indonesia bukan sekadar impian belaka, kelak. (*)