Layanan Digital Merevolusi Ekonomi

ecommerceGAIRAH ekonomi sangat terasa, ketika pemerintah mendorong pemanfaatan teknologi telekomunikasi generasi keempat (4G) LTE (Long Term Evolution) untuk perdagangan. Setidaknya, pertumbuhan dagang secara elektronik (e-commerce) akan tumbuh pesat berlandaskan fasilitas yang disediakan oleh 4G LTE dengan perangkat, jaringan dan aplikasi yang mendukung.

Perangkat berupa ketersediaan ponsel 4G yang berharga di bawah satu juta, jaringan yang sudah disiapkan oleh operator dan aplikasi yang dikembangkan oleh industri kreatif. Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) berjanji akan mendorong pertumbuhan pengembang aplikasi nasional sehingga tidak kalah oleh OTT (over the top) aplikasi asing yang bahkan bisa berkembang ke mancanegara.

Ketika teknologi telekomunikasi nirkabel (wireless) belum dikenal di dunia, survai ITU (International Telecommunication Union) menemukan bahwa pertumbuhan satu persen pelanggan telepon tetap kabel akan merangsang pertumbuhan ekonomi sampai tiga persen. Kala itu untuk mendapat pertumbuhan pelanggan telepon 0,1 persen setahun saja sudah sangat sulit, memakan biaya besar dan waktu yang lama.

Akibatnya sampai 50 tahun Indonesia merdeka, jumlah pelanggan telepon PT Telkom tidak lebih dari delapan juta. Tragisnya, sejalan dengan makin sederhananya teknologi seluler, jumlah pelanggan telepon rumah terus menurun, pendapatan dari tiap nomor pelanggan juga menukik.

Sementara jumlah pelanggan seluler meningkat pesat, ponsel yang digunakan masyarakat sudah melebihi jumlah penduduk yang kini sekitar 254 juta. Jumlah pelanggan telepon seluler memang “baru” 170 juta, namun nomor yang aktif lebih dari 305 juta yang dikelola oleh enam operator seluler: PT Telkomsel, PT Indosat, PT XL Axiata, PT Hutchison Tri, PT Smartfren dan PT Sampoerna Telecom.

Ketika generasi teknologi telepon seluler baru beranjak dari generasi pertama menjadi kedua pada pertengahan dekade ’90-an, titik berat layanan sekadar suara dan pesan singkat (SMS). Pada generasi ketiga (3G) yang diperkenalkan pada tahun 2006, orang sudah mulai memanfaatkan data, namun pertumbuhannya sangatlah lambat karena mahalnya perangkat dan tarif data.

Hingga hampir sepuluh tahun kemudian pemerintah tidak memberi rangsangan agar masyarakat memanfaatkan layanan digital, kecuali menekankan peningkatan PNBP (pendapatan negara bukan pajak). Kemudahan-kemudahan bagi pertumbuhan industri telekomunikasi dan penunjang utamanya semisal penyedia konten dan aplikasi tidak dibuka. akibatnya jumlah pelanggan data 3G operator hingga awal tahun 2015 tidak lebih dari 40 persen.

Padahal konten dan aplikasi merupakan nyawa layanan digital, sementara penanaman modal untuk teknologi 3G sangatlah mahal, apalagi operator harus membeli frekuensi lewat lelang, utamanya untuk spektrum 2100 MHz. Akibatya tarif data di 3G mahal dan meskipun populasi ponsel cerdas meningkat, tetap saja hanya untuk suara dan SMS.

(ke halaman berikutnya)

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled