SINYALMAGZ.com – Seorang megalomaniak paranoid yang ikut berperan sebagai gladiator yang menganggap dirinya seorang Dewa, yakni Commodus, hidup dengan sangat keterlaluan.
Lucius Aurelius Commodus, lahir tahun 161 M dan diangkat sebagai Kaisar oleh ayahnya, Marcus Aurelius, pada tahun 177 M ketika dirinya baru berusia 16 tahun.
Penulis Romawi kontemporer, Cassius Dio, menggambarkan Commodus sebagai “orang yang berpikir sederhana”.
Bergabung dengan ayahnya, Commodus ikut dalam Perang Marcomannic melawan suku-suku Jerman di sepanjang Danube.
Namun setelah Marcus Aurelius meninggal dunia pada tahun 180, Commodus segera berdamai dengan suku-suku yang diperanginya agar dapat kembali ke Roma.
Terlepas dari selera pribadinya yang tidak biasa, Commodus pada awalnya berperilaku lebih seperti pemuda kaya yang manja daripada seorang diktator yang kejam.
Dia menjaga sebagian besar penasihat dari rezim ayahnya agar tetap bekerja.
Pada tiga tahun pertama pemerintahannya juga berjalan dengan lancar. Bahkan, Roma tidak lagi berperang.
Namun sebuah insiden kemudian terjadi, dan mengubah pemerintahan yang sebelumnya normal-normal saja menjadi mengerikan.
Upaya Pembunuhan Menjadi Kegilaan
Pada tahun 182 M, Lucilia, saudari Commodus, berupaya untuk membunuh Commodus. Namun konspirasi pembunuhan itu gagal, dan insiden tersebut membuat Commodus menjadi paranoid.
Commodus mulai melihat pengkhianatan di mana-mana. Dia mengeksekusi dua calon pembunuh bersama dengan sekelompok senator terkemuka yang diduga terlibat dalam upaya pembunuhan terhadap dirinya itu.
Sementara Lucilla sendiri diasingkan ke Capri, sebelum akhirnya dibunuh juga.
Upaya pembunuhan ini menandai titik balik dalam pemerintahan Commodus.
Begitu Commodus “mencicipi darah manusia”, rasa belas kasihan sudah tidak lagi dia rasakan.
Megalomania Di Colosseum
Di bawah kekuasaan Commodus, Roma turun “dari kerajaan emas menjadi besi berkarat”.
Eksekusi para senator telah membangkitkan hasratnya akan darah. Bahkan, Commodus mulai tampil di Colosseum sendiri, bersaing sebagai gladiator.
Commodus memasuki arena dengan pakaian Merkurius, dan menyingkirkan semua pakaian yang lainnya.
Sama jijiknya dengan para senator saat melihat Kaisar mereka berlarian setengah telanjang di pasir amfiteater, mereka terlalu takut untuk melakukan apa pun selain bermain bersama.
Menjelma menjadi megalomania, Commodus juga menyatakan dirinya sebagai inkarnasi Dewa Hercules dan memaksa senat untuk mengakui keilahiannya itu.
Patung-patung yang menggambarkan tentang dirinya sebagai pahlawan mitologis pun mulai didirikan di seluruh kota.
Pembunuhan Commodus
Pada tahun 192 M, orang-orang Romawi sudah cukup muak dengan tingkah Kaisar mereka.
Bahkan, Commodus dianggap sebagai kutukan yang lebih besar bagi orang Romawi daripada wabah penyakit atau kejahatan apa pun yang membuat kota tersebut jatuh ke dalam kebangkrutan dan kekacauan.
Sekelompok kecil konspirator, termasuk bendahara dan nyonya Kaisar, Marcia, memutuskan untuk membunuh Commodus.