Anda mungkin sudah pernah lihat gambar di atas. Karikatur yang membedakan antara apa yang ada di benak Anda dengan fakta sesungguhnya.
Gagasan bahwa smartphone menjadi perangkat yang bisa disuruh-suruh lewat berbagai fitur yang dihadirkan oleh manusia adalah keniscayaan. Anda bisa meminta tolong untuk mengantarkan memilih jalur ke rumah teman kepada dia. Anda bisa memerintah dia untuk mengirimkan foto atau video melalui media sosial atau email, bahkan mengorder dia untuk memasukkan ke YouTube atau Vine.
Smartphone juga Anda minta untuk membangunkan saban pagi karena takut kebablasan. Kemudian ia juga harus siap melahap berbagai informasi dan berita dari berbagai sumber untuk lalu menemani Anda sembari minum kopi. Tak jarang pula ia harus menghibur Anda dengan memutar dan menyemburkan berderet lagu di Playlist.
Pendek kata, kerja smartphone jauh lebih berat ketimbang asisten rumah tangga di tempat tinggal Anda. Bekerja tanpa kenal lelah, mungkin 24 jam.
Hehe…tapi begitulah sebuah benda diciptakan. Bekerja terus-menerus.
Di sisi lain, kendati sebuah benda, sering pula ia justru “hidup” bak manusia. Terutama ketika tenaganya mulai habis dan menipis. Ia akan segera meminta untuk menambah daya, mengisi ulang agar tetap hidup dan menyala, tentu agar siap menjalani tugas yang Anda bebankan. Jika tidak, ia bisa tak berguna. Bahkan untuk kurun waktu yang terlalu lama, ia sama sekali tak mau hidup, kecuali Anda ganti baterai misalnya.
Lalu, ketika Anda minta membuka halaman demi halaman web selama ia tak Anda upahi dengan apa yang disebut dengan pulsa atau Wi-Fi meski gratisan, smartphone bakal ogah mematuhi perintah. Yang tak enak, di saat Anda ingin lepas lelah, mendadak ada telepon masuk, smartphone bak memerintah untuk selekasnya Anda angkat. Ia seperti kepanjangan harapan dari si penelepon, yang sama-sama meminta Anda menjawab.
Tetapi ketika tiba-tiba lenyap, ia sama sekali tak akan memberi tahu di mana posisi. Kecuali Anda sudah seting ia dengan aplikasi.
Dalam hal interaksi, sadar atau tidak, ia membutuhkan sentuhan dan kenyamanan penggunaan pula. Misalnya, sesekali perlu dibersihkan agar tak kumal dan terkesan tak terurus. Sesekali perlu “baju” jika Anda anggap akan menjaga dia dari benturan atau air pun debu. Sebagai sebuah benda ia juga punya “usia”. Semakin Anda gunakan dengan baik, maka semakin ia tahan lama. Mengisi baterai dengan aturan umpamanya, ini menghindari ia dari heat yang berujung pada kerusakan.
Tidak membebani dia dengan kerja multi yang serba berlebihan juga menjaga sistem di dalamnya. Sehebat-hebatnya smartphone, ia punya keterbatasan. Ia memang tidak meminta Anda untuk di-upgrade. Tetapi selagi Anda perlakukan dengan baik dan benar, ia akan mengoptimalkan seluruh “organ tubuh”-nya seoptimal mungkin. Meski ia bukan manusia. (*)