Interkoneksi Yang Sulit Konek

Lebih banyak ke SingTel
Selama ini, operator lain – PT Indosat, PT XL Axiata, PT Hhutchison Tri Indonesia dan PT Smartfren Telecom – dikatakan hanya mau membangun di kota-kota Jawa dan Sumatera saja dan di kawasan-kawasan yang pasarnya bagus. Tetapi Telkomsel memang selain di kawasan yang prospeknya bagus juga aktif membangun di daerah pinggiran, terluar dan termiskin.

Dari biaya pembangunan, biaya modal (capex – capital expenditure) kawasan terpencil dan terluar tadi pastinya lebih mahal dibanding jika membangun di kawasan “basah’. Kelompok Telkom, didukung antara lain sebagian anggota Komisi 1 DPR dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), menyebutkan penurunan tarif akan merugikan negara, karena selama ini Kelompok Telkom atau khususnya PT Telkomsel menjadi andalan Negara untuk mengisi APBN.

Sekalipun selalu menekankan bahwa mereka sangat Indonesia sementara operator lain milik asing, sebanyak 35 persen saham Telkomsel dikuasai SingTel yang mendapat jatah 35 persen pendapatan Telkomsel. Namun pendapatan Negara dari Telkomsel tidaklah otomatis 65 persen, karena Negara hanya menerima sekitar 33,15 persen.

Seharusnya, Peraturan Menteri (PM) Kominfo mengenai besaran tarif interkoneksi itu dikeluarkan pada 1 September. Hanya saja ada penolakan dari Kelompok Telkom, penerbitan PM tadi ditunda setidaknya sampai Menteri pulang dari Tiongkok awal pekan ini. Selain itu juga karena dari lima operator, Telkomsel belum juga memasukkan DPI (daftar penawaran nterkoneksi) yang seharusnya sudah disampaikan pada 31 Agustus seperti disyaratkan.

Pada dasarnya Telkomsel menolak perhitungan dari pemerintah yang juga sudah disetujui oleh BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia). Menurut Dirut PT Telkomsel Ririek Ardiansyah, berkaitan dengan tarif interkoneksi pihaknya mendukung pemerataan pembangunan hingga ke seluruh pelosok, dan tarif retail yang murah saja tidak cukup bagi pelanggan karena harus diimbangi mutu jaringan yang baik dan merata.

Telkomsel berpegang pada Peraturan Menteri Kominfo No 8 tahun 2006 sehingga tidak bersedia mengeluarkan DPI sebelum pemerintah mengumumkan biaya perhitungan interkoneksi masing-masing operator sebagai dasar acuan pembuatan DPI. Kata Ririek, surat yang ia kirimkan ke Menkominfo yang mempertanyakan masalah ini belum juga dijawab.

Pada dasarnya, menurut Rudiantara, penurunan biaya interkoneksi diharapkan akan membuat industri lebih efisien dan masyarakat diuntungkan karena tarif retail off net (antar-operator) lebih murah. Saat besaran tarif off net sekitaran tujuh kali tarif on net, sehingga orang memiliki nomor beberapa operator untuk mendapat tarif on net dalam melakukan panggilan.

Jika tarif off net dekat atau sama dengan tarif on net bukan tidak mungkin orang tidak perlu lagi punya beberapa ponsel dengan nomor berbeda.  Jumlah nomor aktif pun tidak lagi sampai 362 juta seperti sekarang, mungkin tinggal 180 jutaan.

Moch. Hendrowijono

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled