WWW.SINYALMAGZ.COM – Salah satu keputusan RUPST (rapat umum pemegang saham tahunan) PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) adalah persetujuan spin off layanan Indihome, untuk dialihkan ke anak perusahaannya, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), mulai 1 Juli. Keputusan ini akan menguatkan tugas PT Telkom sebagai layanan bisnis ke bisnis (B2B) dan Telkomsel ke layanan bisnis ke konsumen (B2C).
Transformasi bisnis Kelompok Telkom juga membuka peluang Telkom beroperasi lebih efektif dan efisien, baik dari struktur bisnis perusahaan, alokasi modal, dan biaya operasional. “Proses integrasi layanan broadband untuk pelanggan ritel Kelompok Telkom adalah bagian dari transformasi bisnis “Five Bold Moves”, memperkuat posisi perusahaan sebagai pemimpin pasar telekomunikasi digital Indonesia,” tutur Dirut PT Telkom, Ririek Adriansyah.
Dari sisi masyarakat, mereka akan mendapat layanan broadband yang lebih luas, bisa pindah tempat dengan bebas tanpa khawatir kehilangan layanan, demi mewujudkan inklusi digital. Telkomsel akan memiliki mesin pertumbuhan baru yang memperkuat kinerja perusahaan.
Dari sisi bisnis, integrasi layanan broadband ini diharapkan dapat mengefisienkan belanja modal (capex – capital expenditure) yang mampu menciptakan nilai optimal bagi seluruh pemangku kepentingan, katanya. Telkom memang menyerahkan pundi-pundi keuangannya yang sarat, sebesar Rp 30 triliun. Itu jika dihitung dari jumlah penikmat Indihome pada akhir 2022 yang sebesar 9,2 juta, dikalikan ARPU (average revenue per user – pendapatan rata-rata dari tiap pelanggan/bulan) yang sebesar Rp 274.000.
Angka ini akan menjadi sangat besar jika prediksi jumlah pelanggan Indihome akan naik 600.000 pada tahun 2023 menjadi 10,2 juta pelanggan. Jika dihitung dengan besaran ARPU yang sama, pendapatan Indihome melonjak menjadi Rp 33,5 triliun.
Efisiensi biaya Telkom
Tetapi kenyataannya pendapatan Telkomsel pasca spin off tidak akan sebesar itu, sebab perpindahan baru dimulai Juli mendatang yang prosesnya baru selesai pada triwulan ketiga. Taruhlah hanya separuhnya, jumlahnya masih sangat besar, sekitar Rp 16,25 triliiun, jauh lebih besar dari laba tahunan masing-masing tiga operator seluler nasional lainnya.
Selain masalah pemisahan B2B dan B2C keduanya, kenapa Telkom mau melepas Indihome yang jadi cashcow terbaiknya ke Telkomsel? Dengan status B2B, Telkom sejatinya punya banyak penghematan.
Antara lain dari efisiensi biaya opex-nya (biaya operasi) antara Rp 1,6 triliun hingga Rp 1,9 triliun, kemudian efisiensi dari biaya belanja modal (capex) sebesar Rp 400-an miliar. Beban ini tiap tahun terus meningkat hingga menjadi Rp 4,6 tiliun pada 2026, yang semuanya dilimpahkan ke Telkomsel.
Beban ini menjadi risiko dari FMC (fixed mobile convergence), konvergensi layanan telepon kabel dan telepon seluler, karena selama ini Telkomsel hanya melayani teknologi nirkabel. Sementara Telkom sesuai sejarahnya sejak awal memberi layanan telepon kabel.
Tidak ada ruginya bagi Telkom, karena BUMN ini punya saham mayoritas di Telkomsel, sebesar 69,9%, naik dari 65% sebelumnya. Selama ini 65% saham Telkomsel dimiliki oleh PT Telkom dan 35% oleh SingTel, operator telko Singapura.
Rp 140,2 triliun
Masuknya Indihome membuat saham SingTel di Telkomsel terdilusi dan saham Telkom naik, tetapi kemudian SingTel menambah modalnya di Telkomsel dengan sekitar Rp 2,7 triliun, sehingga besaran saham SingTel bertahan di 30,1%.
Diperkirakan masuknya Indihome ke Telkomsel akan mengerek pendapatan operator berwarna merah itu, yang akan menjadi Rp 118 triliun tahun 2023 dan naik lagi menjadi Rp 140,2 triliun pada 2027. Jumlah ini naik pesat dibanding pendapatan tahun 2022 yang Rp 89 triliun, dengan besaran keuntungan mencapai Rp 18,3 triliun.
Masuknya Indihome ke Telkomsel juga membebani keuangannya, meskipun tidak terlalu besar, karena biaya karyawannya akan meningkat dari 5.400-an menjadi 6.000-an orang, berupa biaya operasional. Kemudian sewa jaringan (fixed line) milik Telkom yang selama ini digunakan untuk layanan Indihome, jadi beban baru Telkomsel yang seluruhnya bisa menjadi sekitar Rp 4,6 triliun.
Namun jika dibandingkan pendapatan Telkomsel yang naik dari Rp 89,04 triliun langsung menjadi Rp 118 triliun tahun ini, besaran beban baru itu menjadi tidak terlalu berat.
Bagi Telkom sebagai sebagai induk perusahaan, juga tidak ada kata rugi dengan adanya spin off ini. Dengan porsi saham yang lebih besar dibanding sebelumnya, pembagian laba untuk Telkom dari Telkomsel juga naik.
Laba Telkomsel pada 2021 sebesar Rp 26,2 triliun, memang turun menjadi Rp 18,37 triliun pada 2022. Laba akan meningkat pada 2023, dengan adanya dana baru masuk sekitar Rp 15 triliun dari Indihome dan jumlahnya bisa jadi lebih besar lagi karena diperkirakan jumlah pelanggan Indihome setelah dikelola Telkomsel akan bertambah. *