Dengan kondisi geografis di Indonesia, sebenarnya model peralatan seperti apa yang lebih sesuai?
Dengan luas perairannya yang mencapai 70 % dari keseluruhan wilayah, serta posisinya yang terletak di dua lempeng, Indonesia membutuhkan jumlah perangkat sensor peringatan dini yang lebih banyak dibanding negara lainnya.
Dengan jumlah yang sangat banyak, sudah pasti tidak ekonomis jika harus menggunakan peralatan-peralatan berharga mahal. Tetapi perkembangan teknologi yang ada sekarang memungkinkan untuk membangun sistem peringatan dini dari peralatan-peralatan berharga murah.
Dengan menggunakan jaringan berbasis teknologi wireless sensor network (WSN) dan internet of things (IOT), peralatan untuk sistem peringatan dini dapat dibuat dari sensor dengan teknologi Micro Electro-Mechanical Systems (MEMS), mikrokontroler, dan modul transceiver.
Modul-modul ini sudah lama tersedia di pasaran dan bisa didapat dengan harga yang rendah. Sebuah sensor MEMS yang berfungsi mengubah besaran fisik menjadi sinyal listrik, misalnya, hanya berharga beberapa puluh hingga ratusan ribu rupiah. Mikrokontroler yang berfungsi sebagai pengolah data dan pengatur sistem hanya berharga lima puluh hingga seratusan ribu rupiah. Sementara itu, unit transceiver yang bertugas untuk mengirimkan data melalui gelombang radio hanya berharga sepuluh hingga sembilan ratus ribu rupiah, tergantung pada jarak jangkau dan teknologi yang digunakan.
Jaringan sensor yang dibentuk dari peralatan murah ini bisa menjadi bagian dari sistem peringatan dini nasional, Dengan harganya yang murah, jaringan-jaringan ini mudah dibangun di berbagai wilayah di Indonesia untuk melengkapi sistem yang sudah ada. Namun, dengan semakin kompleksnya jaringan, pusat komputer di BMKG akan menerima data dengan jumlah yang sangat besar.
Dalam perspektif peringatan dini yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan untuk menyampaikan peringatan, pemrosesan data terpusat menjadi tidak sesuai lagi. Jumlah data yang besar membutuhkan waktu yang lama untuk dikirim dan diproses menjadi informasi. Oleh karena itu, sistem peringatan dini lokal perlu ada di tiap daerah.
Bahkan jika perlu, sistem peringatan dini kecil bisa dipasang di daerah-daerah rawan bencana yang terisolasi dan jaraknya jauh dari kantor pemerintah daerah. Sistemnya dapat menggunakan model yang dipakai di Vanuatu.
Bisakah diceritakan harga peralatan sensor tersebut (yang buatan pihak luar negeri)?
Sebuah buoy DART milik Amerika Serikat berharga US $ 250.000. Tidak jelas apakah ini sudah termasuk beberapa unit BPR yang dipasang di dasar laut. Sementara biaya pemeliharaannya adalah sebesar US $ 125.000 pertahun.
Apakah para ahli di Indonesia sudah membuat dan mengembangkan?
Berdasar paper-paper ilmiah yang terdapat di proceeding konperensi dan jurnal baik yang nasional dan internasional, beberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian telah menghasilkan sistem dan peralatan peringatan dini. Namun umumnya dilakukan untuk aplikasi lain seperti banjir dan tanah longsor. Bermula dari penelitian-penelitian ini, aplikasi untuk gempa bumi dan tsunami dapat mulai diperkenalkan untuk diteliti dan diimplementasikan.
Untuk sensor yang dipasang pada buoy, IPB dan BPPT telah menghasilkannya. Hanya saja pengembangannya perlu terus dilakukan untuk menghadapi kendala biaya dan teknis yang sebelumnya pernah terjadi pada 22 buoy milik BMKG.
Apa yang Anda pelajari dengan sistem yang Anda usulkan selama ini?
Pelajaran berharga yang bisa ditarik dari pengalaman saya dan ingin selalu saya bagikan adalah bahwa sistem-sistem peringatan dini dan sistem-sistem monitoring lainnya dapat dibangun dengan biaya yang murah.
Bagi teknologi WSN dan IoT, biaya murah tidak identik dengan kualitas yang rendah. Biaya murah bisa didapat karena teknologi-teknologi terbaru pada sensor, sistem mikroprosesor, dan transceiver telah menghasilkan produk secara massal.
Dari segi biaya kira-kira berapa yang dibutuhkan?
Sebelum rancangan sistemnya ditentukan, tentu cukup sulit untuk memperkirakan biayanya. Namun sebagai perbandingan, Jepang telah mengeluarkan dana sebesar 1 bilion dollar AS. Sementara itu, negara bagian California mengeluarkan anggaran sebesar 100 juta dollar AS. Negara bagian Washington, DC dan Oregon yang gempa buminya lebih jarang membutuhkan anggaran 50 juta dollar AS ditambah dengan biaya tahunan pemeliharaan tahunan sebesar 6 juta dollar AS.
Bagi Indonesia, biaya yang dikeluarkan bisa lebih rendah. Dengan berbekal kreatifitas, dan kerja keras dari para peneliti di universitas dan lembaga penelitian, sistem-sistem yang dibangun dari peralatan yang murah, juga akan bisa menjadi sistem yang tepat guna.
BAGAIMANA MENYIAPKAN HAL INI?