WWW.SINYALMAGZ.COM – Dulu, ada tiga pemain besar angkutan online. Gojek, Grab dan Uber. Uber dibeli Grab, sebagai langkah untuk bermain di tataran atas. Maka tinggal berdua, Gojek dan Grab.
Sebenarnya masih ada pemain lain. Termasuk yang baru, Anterin. Namun belum cukup bermain di tataran atas. Bahkan masih harus membuktikan cukup kuat bermain di tataran bawah.
Sementara kompetisi masih seru. Khususnya di tataran atas. Kuat-kuatan investasi untuk melakukan penetrasi.
Penetrasi itu kemudian menjangkau kawasan regional sebagai pangsa pasar baru. Hingga kemudian di 2019 pendapatan Gojek di Indonesia saja mencapai 1 miliar USD. Sedangkan Grab yang memiliki banyak cabang di negara lain, total termasuk di regional meraih 2,3 miliar USD.
Seberapapun besarnya pendapatan mereka, sulit rasanya persaingan terus terjadi. Maka sejak beberapa tahun silam diam-diam Gojek dan Grab sedang saling bergandengan tangan. Keduanya tengah kasak-kusuk merancang konsep dan mekanisme merger.
Keuntungan jika melakukan merger, maka pasar angkutan onlne akan mereka kuasai sepenuhnya. Bisa jadi lebih dari 95 persen. Jika itu terjadi maka, nilai saham, value perusahaan dan paket bisnis lainnya tentu melonjak tinggi.
Dalam hal kompetisi, kolaborasi juga bisa mematikan pemain-pemain kecil yang tak kuat modal.
Pembicaraan tersebut belum putus. Bahkan masih belum ketok palu soal pembagian saham. Yang usulan Gojek 50:50.
Seorang analis, Asad Hussain menganalisa, merger Gojek dan Grab bisa terjadi lantaran keduanya terjebak kepada perang harga. Tujuannya mendapatkan pelanggan baru. Sebagai akibatnya kedua perusahaan ini mengorbankan marjin.
“Maka inverstor lalu menanyakan bagaimana dengan profitabilitasnya,” ujar Hussain. (*)