Fenomena “Tuyul” dan Ofik di Transport On-Line

PENTINGNYA PENEGAKKAN HUKUM 

Pengamat siber Pratama Persadha mengatakan  pentingnya sosialisasi yang masif untuk membuat gerakan melawan ojek fiktif  serta mendorong adanya solusi lain yakni penggunaan sertifikat digital.

“Saat ini memang penggunaan sertifikat digital dalam kepentingan e-commerce belum mempunyai tata perundangan dan tata kelola yang matang, namun demikian sudah terlihat upaya dari pemerintah untuk menerapkan sertifikat digital dalam transaksi elektronik,” tandas Pratama di sela-sela  diskusi media yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF) dan Masyarakat Transportasi Indonessia (MTI) yang digelar di Hotel Kartika Chandra, Jakarta.

Dengan adanya sertifikat digital ini, menurut Pratama  maka diharapkan proses otentifikasi dan otorisasi semakin ketat dan kuat, yang berujung semakin aman dan terpercayanya transaksi elektronik, termasuk untuk penggunaan aplikasi transportasi online dan sejenisnya.

Sementara itu, Bhima Yudistira, pengamat ekonomi INDEF mengatakan bahwa maraknya  “Tuyul dan ojek fiktif akan berimbas pada kerugian industri, baik  secara material maupun system. Pada ujungnya akan membuat kerugian besar bagi  industri dan perekonomian secara global,” ungkap   Bhima.

“Saya mencatat dari pemberitaan di media massa, imbas kerugian ojek fiktif bisa mencapai miliaran rupiah. Jika tidak ada solusi yang tepat, ini akan membuat industri tidak sehat,” ungkap Bhima.

Sementara itu, Muslih Zaenal Asikin dari Masyarakat Transportasi Indonesia memandang pentingnya tindakan tegas oleh penegak hukum dalam memberantas ojek fiktif dan “Tuyul” serta kampanye dan penyadaran hukum kepada para driver bahwa tindakan Ofik dan “Tuyul” adalah tindakan melawan hukum yang memiliki konsukuensi hukum.

“Ojek fiktif dan “Tuyul” itu masuk dalam kategori penyakit masyarakat, masuk dalam kategori pencurian dan penipuan. Kondisinya saat ini sudah masuk kategori darurat. Untuk itu perlu sinergi berbagai pihak dalam memberantas para sindikat tersebut. Karena mereka itu, diindikasikan tidak hanya dilakukan oleh perorangan, melainkan oleh jaringan sindikat,” ungkap Muslih.

Selain sertifikat digital, pemerintah juga didorong untuk merumuskan UU Perlindungan Data Pribadi agar setiap perusahaan dan instansi yang menyimpan dan memproses data penduduk wajib menyediakan sistem yang unggul dan aman.

Pratama Persadha mencontohkan Uni Eropa (EU) yang telah mengaktifkan GDPR (General Data Protection Regulation), yaitu peraturan mengenai Data Privacy yang diterapkan bagi seluruh perusahaan di dunia yang menyimpan , mengolah atau memproses personal data penduduk EU.

Tujuan dari GDPR adalah memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap kerahasiaan data (data privacy) dalam ekonomi digital saat ini dengan memberikan keleluasaan lebih untuk individual terhadap datanya dan memberikan peraturan yang lebih ketat kepada pihak yang mengelola atau menyimpannya.

Peraturan ini akan efektif pada 25 Mei 2018 di seluruh dunia.  Dan seluruh perusahaan di tanah air, termasuk perusahaan transportasi online wajib memenuhi GDPR saat ada warga EU yang menjadi member aplikasi tersebut.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled