Penjelasan Presiden RI, Joko Widodo tentang ramalan IMF akan ambruknya 60 negara akibat krisis multipersoalan membuka mata kita semua bahwa dunia sedang tidak sehat. Sri Lanka adalah korban pertama dari babak krisis tersebut. Sebelum terjadi pandemi Covid-19 negeri di Asia Selatan ini sudah mengalami persoalan ekonomi nasional.
Setelah tahun 2000 Sri Lanka dihadapkan pada inflasi yang tinggi. Nilai tukar mata uang mereka juga terus menanjak. Di sisi lain, dari aspek politik, Sri Lanka digerus oleh perang saudara yang tak berkesudahan. Pemerintah harus mengeluarkan banyak sekali biaya menghadapi perang saudara.
Ketika pergantian pemerintahan terjadi pada 2019, di mana Gotabaya Rajapaksa menjadi presiden, situasi ekonomi telah terengah-engah. Hampir 45 persen masyarakat Sri Lanka sangat tergantung pada subsidi. Hutang negara bertambah di era tersebut. Kemudian membuka industri pariwisata internasional sebagai jalan keluar.
Namun, lima bulan pemerintahan Rajapaksa berjalan, pandemi Covid-19 menghantam. Program wisata bubar jalan. Sri Lanka memerlukan tambahan dana di tengah pendapatan negara yang terus menipis. Sedangkan ekonomi dalam negeri sudah terlanjur koyak. Rasio hutang negeri ini sendiri sudah di atas 70 persen.
Situasi Indonesia sangat jauh berbeda dengan Sri Lanka. Baik dalam hal ekonomi (inflasi, pertumbuhan ekonomi, rasio hutang, dll) maupun politik serta keamanan. Kendati persoalan krisis ekonomi dunia layak diwaspadai.
Langkah yang diambil oleh pemerintah setidaknya meliputi jangka pendek dan jangka panjang. Langkah jangka pendek seperti yang tengah dilakukan mulai dengan meningkatkan devisa khususnya di bidang sumber daya alam, mengoptimalisasi peran usaha rakyat (termasuk UMKM) khususnya agar terus memiliki daya saing dan minimal produk (baik barang maupun jasa) dapat dikonsumsi oleh kebutuhan dalam negeri, serta melakukan berbagai kebijakan moneter terukur.
Sementara, strategi jangka panjang adalah dengan melakukan tranformasi dari traditional economy menjadi digital economy. Salah satu upaya yang tengah dilakukan secara inklusif adalah transformasi digital.
Langkah jangka panjang disiagakan menghadapi tranformasi dunia terutama Revolusi Industri 4.0 yang berbasis pada digitalisasi seluruh aspek. Diam-diam, salah satu krisis pertentangan antarnegara yang belakangan terjadi adalah pada industri teknologi produsen semikonduktor. Persaingan industri ini tidak saja pada sisi produksi chipset yang dianggap merupakan modal utama Revolusi Industri 4.0. Melainkan juga penyediaan bahan baku produk, penyiapan jaringan (terutama 5G yang sempat membuat Amerika kebakaran jenggot oleh ulah Huawei), hingga penerapan aplikasi teknologi yang akan digunakan kelak.
Keberadaan infrastruktur jaringan telekomunikasi menjadi sangat vital mendukung dua upaya jangka pendek dan menengah. Industri telekomunikasi telah membuktikan perannya ketika terjadi pandemi Covid-19 selama sekurangnya dua tahun “menghidupkan” kehidupan warga yang tinggal di rumah.
Di tengah tugas menghubungkan antarwarga baik secara personal maupun ekonomi, telekomunikasi Indonesia melakukan ekspansi ke daerah-daerah yang selama ini tak terjangkau bersama pemerintah. Telkomsel umpamanya yang mengambil inisiatif bersama Bakti Kominfo membangun 7.772 BTS berkualifikasi 4G di Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, maupun Maluku.
Papua yang selama ini ketinggalan akses menjadi prioritas. Empat area di antaranya Papua Barat, Papua Tengah Barat, Papua Tengah Utara dan Papua Timur Selatan akan memiliki akses jaringan internet setara dengan daerah lain. Target penyelesaian pada Desember 2022. Harapan Hendri Mulya Sjam, Dirut Telkomsel adalah agar ekonomi digital tumbuh dan dimanfaatkan oleh seluruh potensi di daerah.
Sembari melakukan perluasan jaringan di daerah-daerah yang pertumbuhan ekonominya lambat, Telkomsel juga merombak besar-besaran terutama melakukan evolusi jaringan dari 3G menjadi 4G. Seluruhnya, tanpa kecuali.
Lewat evolusi jaringan, kini rata-rata mobile speed di Indonesia mencapai 23,12 Mbps. Angka ini di atas rata-rata kecepatan mobile yang disajikan oleh berbagai operator di seluruh dunia.
Efek dari pembangunan dan peningkatan mutu jaringan itu terlihat dari rapor ekonomi digital Indonesia di akhir 2021. Kementerian Keuangan, April silam melaporkan nilai ekonomi digital mencapai Rp 1.049 triliun, di mana transaksi e-commerce menembus Rp 401,25 triliun. Selama 2021 pula transaksi digital yang terjadi melalui jaringan telekomunikasi sebanyak 1,73 miliar kali.
Kebangkitan ekonomi digital yang lebih tinggi selama kurun empat tahun ini menjadi motor pergerakan ekonomi nasional. Capaian ini merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
Nilai ekonomi Sri Lanka pada 2021 saat melawan Covid-19 hanya mendapatkan Rp 52 triliun. Dengan dukungan kecepatan mobile sebesar 16,58 Mbps.
Ketahanan ekonomi dalam negeri merupakan faktor penting agar tidak terjebak krisis moneter. Ketahanan itu adalah dampak dari terjadinya proses ekonomi di kalangan akar rumput, melalui aktivitas yang digerakkan oleh masyarakat produsen maupun konsumen dalam negeri.
Pebisnis online barang-barang produk fesyen perempuan bernama Hany Purnama terdongkrak penjualannya. Memulai belajar dari menjadi reseller kemudian memperoleh modal dari situ. Mulanya melalui media sosial kini sudah punya lapak digital sendiri di berbagai e-commerce. Rata-rata per hari mengaku meraih omzet lebih dari 30 ribu alamat. Status Hany kini menjadi produsen dengan brand sendiri.
Dari Nusa Tenggara Timur ada Meybi Agnesya yang mengubah pemasaran dan penjualan cara konvensional ke digital memanfaatkan jaringan internet broadband yang disiapkan operator telko. Produk teh dari daun kelor telah menjelajah seantero Indonesia.
Jika proses bisnis dan perdagangan yang melibatkan seluruh stakeholder dari masyarakat (baik perorangan maupun perusahaan kecil) berjalan, maka hal ini merupakan jaring pengaman perekonomian nasional. Industri telekomunikasi menjembatani seluruh proses melalui informasi dan digital, kemudian industri lainnya termasuk perbankan, supply chain, transportasi dan logistik, dll masuk mengakomodir kebutuhan tersebut.
Sementara itu, kehadiran jaringan berkualitas tinggi seperti 5G adalah prasyarat mutlak untuk menyiapkan laju perekonomian jangka panjang. Infrastruktur fisik seperti jalan, jembatan, pelabuhan ataupun bandara yang diperlukan di era Industri 3.0 memang tengah dibangun. Tetapi di era Industri 4.0 infrastruktur vital digantikan oleh jaringan telekomunikasi berbasis internet dan digital.
Setidaknya cukup dua elemen kunci yang dapat diambil oleh operator telekomunikasi, menurut World Bank, antara lain; menyiapkan infrastruktur digital (broadband tetap dan bergerak, kabel serat optik, dll) yang disebut sebagai tulang punggung ekonomi digital. Akses ke konektivitas digital tersebut harus universal, aman dan terjangkau. Elemen kedua adalah melakukan inovasi digital dan kewirausahaan membutuhkan ekosistem regulasi pemerintah dan akses pembiayaan yang mendukung.
Ketiga elemen lainnya yaitu layanan keuangan dan identifikasi digital, platform digital (e-commerce, e-government, dll), serta literasi pun penciptaan tenaga kerja terampil digital dapat dilekukan lewat kolaborasi.
Bila seluruh komponen masyarakat dan lembaga baik bisnis maupun non-bisnis dapat saling berjalan bersama, tampaknya Indonesia justru dapat menjauh dari krisis yang kini menghantui puluhan negara di dunia. (*)