Oleh: Garuda Sugardo, IPU (Anggota Wantiknas dan Majelis Kehormatan Etik PII).
Telah lama dinanti, akhirnya tanggal 18 Desember 2020, Kominfo mengumumkan bahwa 3 dari 5 telco seluler jawara memenangkan lelang spektrum 2360 – 2390 MHz untuk penggelaran seluler 5G. Champions tersebut adalah Smartfren, Telkomsel, dan Tri Indonesia. Sedangkan Indosat Ooredoo dan XL Axiata dinyatakan “gugur” dalam seleksi.
Alhamdulillah Telkomsel berhasil lolos dalam proses tender tersebut. Bila tidak? Mau ditaruh di mana wajah BUMN kita. Dengan legacy coverage seluas Nusantara, jumlah pelanggan terbesar dan reputasinya yang teruji, masyarakat pantas merasa lega. Rakyat boleh percaya, bahwa Telkomsel akan amanah dan komitmen melakukan penggelarannya. Platform 5G Indonesia kelak merupakan seluler pita lebar yang low latency dan multifungsi.
Silakan telusuri statemen digital saya sejak 2010. Telkomsel terlalu digjaya untuk ditandingi. Keseimbangan dan efisiensi nasional dalam industri ini hanya akan niscaya manakala terjadi penggabungan 5 telco_seluler menjadi 3 atau 2 saja.
Hasil tender spektrum 5G, secara alamiah menjawab kemungkinan terbukanya peta jalan ke arah konsolidasi tersebut. Indosat dan XL sepertinya bukanlah kalah dalam tender kemarin, tetapi “mengalah” sebagai antisipasi dan strategi bisnisnya, serenta melicinkan jalan menuju sebuah format baru blantika seluler Indonesia di masa depan.
Proses coopetition (cooperation and competition) akan segera dimulai. Mudah-mudahan taksiran saya tidak salah, karena pada gilirannya pelanggan juga yang akan diuntungkan.
Congrats_buat kelimanya. Ini adalah “pengejawantahan” yang cerdas atas azas berbagi dan efisiensi nasional sejalan dengan nafas UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja.
Ketiga pemenang, masing-masing harus merogoh kocek Rp 144,867 Milyar untuk pita 30 MHz di spektrum frekuensi 2,3 GHz. Kiranya ini adalah harga yang “wajar” sesuai PSBB pandemi dan kebutuhan dana bagi pemulihan ekonomi kita.
Kini saatnya para telco pemenang tender melakukan action. Selama ini campaign keunggulan teknologi 5G untuk Indonesia didominasi oleh 2 vendor utama, yaitu Huawei dan Ericsson; melalui seminar, webinar dan media sosial. Wajar saja, begitulah “vendor driven”. Di lain sisi, informasi kerap juga disampaikan oleh para pejabat (termasuk menteri) Kominfo. Namun, terkait 5G masyarakat penasaran dan bertanya-tanya apa gerangan nilai tambah implementasinya bagi pengguna; bukan tentang promosi produk ala pemasok dan statemen normatif.
Pelanggan adalah domainnya operator. Karenanya, masyarakat ingin mendengar tentang obsesi operator favoritnya terkait 5G. Sosialisasi yang membumi dan implementatif harus segera dimulai, mengenai binatang apa 5G, kapan kick off, coverage, dan pentarifannya. Informasi yang “paling Indonesia” tentu diharapkan dari Telkomsel. Apa bener 5G perdana mau digelar di Ibukota Negara yang baru? Berani rugi di tempat yang trafiknya masih sepi?
Operator 5G harus ngegas_dan mengambil peran mengintensifkan users education kepada sekitar 350 juta pelanggan seluler. Layanan 5G bukan seluler biasa, ini adalah taman teknologi digital; di dalamnya ada inisiatif layanan maju: Robotics, Artificial Intelligent, Holographic 3D, Mixed Augmented, Autonomous Vehicle, Internet of Sence dan teknofiksi lain untuk Smart City. Sudah pasti, Operator wajib menyiapkan ruang pamer untuk mendemokan misteri dunia siber di era 5G mendatang.
Di awal kelahirannya, 5G memang dirancang untuk menyasar segmen industri dan enterprise belaka. Bandwidth-nya lebar dan speed-nya 10 kali ponsel 4G LTE yang kita genggam sekarang. Namun gegara produsen ponsel seperti Huawei, Xiaomi, Ericsson dan Nokia telah merilis produk ponsel 5G-nya ke pasar, lantas orang berpikir, “Wah kereen nih, gua musti punya sebelum pacar barunya mantan, pake duluan”.
Duh, itu sih demi gengsi gak keruan, Bro.
Anda mau bayar tarif pulsa atau kuota yang 5-6 kali lebih mahal dari 4G? Di Indonesia, barangkali pelanggan perseorangan supertajir saja yang “gila” menjadi subscriber di awal pengoperasiannya tahun depan. Ke dalam ceruk pasar industrialis dan enterprise yang mapan, modern dan tengah bertransformasi digital itulah sasaran 5G sesungguhnya. Pasar potensialnya amat spesifik. Soal “cuan”, tidak perlu diragukan, pasar 5G di Indonesia amat menjanjikan.
Making Indonesia 4.0 dan Percepatan Transformasi Digital (TD) sudah dicanangkan Presiden Jokowi, sementara itu posisi Indonesia masih kedodoran. Daya saing digital kita adalah ranking 56 dari 63 negara di dunia. Di Asia; indeks TD Indonesia berada di urutan 11, di bawah Filipina (10), Malaysia (6) dan apalagi Singapura (1).
Jadi, sebaiknya jangan lagi ada nasehat agar tak usah keburu-buru dalam adopsi 5G. Eksekusi cepat teknologi 5G justru adalah langkah besar kita dalam mengejar ketertinggalan TD bangsa ini. Dilihat dari kemampuannya, 5G diramalkan akan signifikan mewarnai cara enterprise bekerja menggenjot produktivitas. Dengan implementasi 5G, revolusi industri akan terasa gerak perubahannya. Smart Nation akan segera menemukan wujudnya.
Di masa pandemi, operator seluler telah membuktikan dirinya sebagai wahana disrupsi yang handal. Sebagai pemegang lisensi penyelenggara jaringan dan layanan, Operator harus berada di garda depan agar “beyond connectivity” bersama teknologi mutakhir 5G menjadi kenyataan.
Tumpuan penerapan 5G Indonesia, tak pelak lagi kini tertuju pada Telkomsel. Semangat kejuangan dan tradisi membangun negeri sejak seperempat abad yang lalu telah menjadikannya sebagai pandu bendera seluler yang terluas dan terdepan di Indonesia. Sebagai operator terbesar di Asia Tenggara, bagi Telkomsel penerapan 5G adalah ujian, pertaruhan bahwa Indonesia selalu bisa.
Selamat datang 5G di Indonesia. Ayo lari dan gaspol demi kejayaan bangsa!
Salam sehat.(*)