TANGGAL 1 Mei 2018, bertepatan dengan Hari Buruh In- ternasional, program registrasi kartu prabayar dianggap tuntas, kartu-kartu prabayar seluler yang tidak atau be- lum diregistrasi akan diblokir, tidak bisa digunakan lagi. Upaya yang dapat dilakukan hanyalah meminta bantuan operator lewat gerai-gerainya.
Namun kenyataannya proses ini belum tuntas karena masih meninggalkan persoalan-persoalan yang tidak ter- indentifikasi sebelumnya padahal persoalannya tidaklah sepele. Hal paling menonjol adalah tidak persis sinkronn- ya sistem yang dimiliki masing-masing operator dan Di- rektorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Duk- capil) Kementerian Dalam Negeri.
Akibatnya data yang keluar dari Dukcapil dan operator berbeda, karena Dukcapil menerima saja registrasi yang dilakukan masyarakat sepanjang data pendukung valid, yaitu NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan kartu kel- uarga (KK). Sementara operator hanya akan menerima satu kali registrasi untuk satu NIK dan nomor prabayar yang sama.
Hingga 15 April 2018, registrasi
nomor prabayar yang terekam dan diakui Dukcapil mencapai 392 juta, namun di sistem operator hanya 341,6 juta. Dari upaya pema- danan yang dilakukan keduanya, jumlah nomor prabayar di kedua sistem mencapai 328,3 juta dan pada 24 April nomor yang terdaftar mencapai 350.844.162 yang ke- mungkinan akan berkembang menjadi 360 jutaan pada 30 April.
Tidak ada yang salah dari sistem-sistem yang digunakan masing-masing, hanya saja Dukcapil memverifikasi dan menerima data yang akurat dari NIK dan KK dan men- catatnya, walaupun acapkali ada yang dilakukan lebih dari sekali dari satu NIK. Hal lain, pelanggan prabayar merasa sudah memasukkan data yang tertera pada NIK dan KK, namun masih ditolak juga oleh Dukcapil.
Banyak di antara kita yang tidak tahu, meskipun NIK tidak akan berubah sepanjang hidup kita, misalnya ada nama yang berubah atau pindah, ada kelahiran atau kematian. Sementara kita masih menganggap KK yang kita pe- gang merupakan KK yang valid, yang seharusnya sudah menggunakan KK baru yang diterbitkan pemerintah.
Dukcapil sendiri menemukan di sistem mereka, ada 228.000 NIK yang digunakan untuk meregistrasi 133,2 juta nomor, di antaranya satu NIK digunakan untuk meregistrasi 2,2 juta nomor Indosat. Manajemen PT In- dosat Ooredoo mengakui adanya itu, bahkan tercatat ada tiga NIK dengan menggunakan robot telah dipakai untuk meregistrasi 8,5 juta nomor dan semuanya sudah diblokir sebelum masalah ini mencuat ke publik.
Masyarakat banyak yang belum paham bahwa meng- gunakan data orang lain akan berbuah tuntutan pidana dan pelakunya akan dipenjara. Selain itu masyarakat di- minta tidak membeli kartu-kartu bekas yang dikatakan penjualnya sudah diregistrasi, karena bisa saja nomor kartu tadi pernah digunakan untuk penipuan.
Finger print
Hingga beberapa waktu lalu, masyarakat masih gemar membeli perdana karena berisi paket promosi yang har- ganya lebih murah dibanding kalau mengisi data dari pa- ket biasa. Akibatnya kartu-kartu perdana dibuang begi- tu paket datanya habis, dan dengan program registrasi yang baru berakhir ini, hal itu tidak dapat dilakukan lagi, karena satu NIK hanya bisa mendaftar untuk tiga nomor.
Kebijakan tiga nomor ini diprotes pelaku niaga cellular Indonesia (KNCI) yang menghendaki satu NIK dapat mendaftarkan berapa pun nomor perdana, karena per- dana menjanjikan laba yang bagus dari paket data di da- lamnya. Pihak operator pun sebenarnya keberatan ka- rena paket perdana merupakan yang terbaik dari upaya mereka mendapatkan pelanggan baru.
Sementara dengan 364 juta kartu seluler aktif untuk 262 juta penduduk, upaya penambahan jumlah pelanggan menjadi sangat sulit dilakukan, dengan cara akuisisi se- kalipun. Kini penambahan pelanggan di satu operator akan sangat mungkin terjadi karena pelanggan di oper- ator yang lain berkurang.
Dari pengalaman tadi, tampaknya ke depan tataniaga perkartu-SIM-an haruslah diubah, kartu perdana dijual terpisah dari paket data, operator menjual data seperti saat ini khusus untuk pelanggan lama. Diharapkan pen- jualan paket data yang terpisah membuat orang tidak akan membeli kartu perdana, kecuali jika memang akan menjadi pelanggan baru.
Pemisahan ini semestinya tidak membuat para peda- gang berkurang pendapatannya, walau penjualan kartu perdana hanya akan menjadi kegiatan sampingan. Perubahan tataniaga akan sekaligus menghapus pendapat bahwa penjualan perdana hanya memanjakan pelang- gan baru, karena nantinya pelanggan lama akan juga mendapat harga paket yang sama.
Selain itu kerepotan menggunakan KK yang belum tentu valid memunculkan wacana agar Dukcapil memanfaat- kan sidik jari (finger print) sebagai pilihan untuk keleng- kapan persyaratan registrasi. Sidik jari lebih canggih dib- anding NIK karena NIK yang dapat saja diubah karena berbagai sebab, sementara sidik jari tidak dapat dipalsu atau digunakan orang lain dan tak akan berubah walau si pemilik sudah lama meninggal dunia.
Tinggal masalah ponsel pelanggan yang harus 4G, yang dapat mengakses data pelanggan lewat sidik jari. Um- umnya ponsel pintar 4G – yang saat ini harganya sudah ada yang di bawah satu juta rupiah – biasanya sudah memiliki pengenalan sidik jari.
Misalnya saja ponsel lokal Advan i6 yang menggunakan Indonesia Operating System (IdOS) dan harganya jauh lebih murah dibanding iPhone namun memiliki fitur iP- hone. Ponsel buatan Semarang itu memiliki fitur selain finger print juga face ID, atau pengenalan wajah lewat identifikasi 200 titik di wajah.
Bagaimanapun, dengan berbagai kekurangan tadi, acun- gan jempol tetap harus diberikan kepada Menteri Komin- fo, Kementerian Dalam Negeri dan juga semua operator. Kenyataannya, program registrasi yang melibatkan 400 jutaan nomor pelanggan ini belum pernah terjadi di be- lahan dunia mana pun.