Kisah Mantan Budak Seks ISIS Yang Meraih Nobel Perdamaian

SINYALMAGZ.com – Kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) kerap menimbulkan kesengsaraan di negeri yang mereka serang. Salah satu negara yang terkena dampak terparah akibat pendudukan ISIS adalah Irak.

Dikutip dari AFP, Jumat (4/01/2018), saat ISIS menguasai Irak, etnis yang paling dirugikan adalah Yazidi.

Pada bulan Agustus 2014, ISIS menyerang wilayah pegunungan Sinjar, Irak Utara, di mana etnis Yazidi tinggal.

Sejumlah truk pick-up berisi anggota ISIS yang bersenjata menyatroni desa Kocho. Kemudian ISIS menyerbu desa itu, dan membunuh semua laki-laki yang berada di desa tersebut.

Sedangkan anak-anak desa diculik dan dilatih untuk dijadikan tentara.

Lebih buruk lagi, perempuan-perempuan desa diculik dan dipaksa untuk dijadikan budak seks.

Salah satu perempuan dari desa tersebut adalah Nadia Murad.

Nadia Murad, peraih Nobel Perdamaian 2018.

Nadia (25) dan perempuan desa Kocho lainnya diangkut dengan truk untuk dibawa ke Mosul, yang didaulat sebagai ibukota oleh ISIS.

Selama tiga bulan lebih Nadia dan perempuan lainnya menjalani dunia bagai di neraka. Mereka disiksa, dipukuli, dan diperkosa berulang kali.

ISIS juga menghinakan kepercayaan mereka dan memaksa Nadia memeluk agama baru, yakni satu Tuhan yang direpresentasikan dalam bentuk burung merak.

Tak cukup sampai di situ, Nadia juga dipaksa menikahi seorang anggota ISIS yang menyuruhnya menggunakan make-up serta pakaian ketat.

Karena tak tahan dengan siksaan itu, Nadia pun akhirnya nekat kabur.

Ia berhasil selamat setelah mendapat bantuan keluarga Muslim untuk kabur keluar dari Mosul.

Setelah melintasi perbatasan Irak – Suriah, Nadia berhasil masuk ke wilayah Kurdi dengan ribuan pengungsi etnis Yazidi di sana.

Namun kenyataan pahit kembali menghampiri Nadia saat di pengungsian. Ia baru mengetahui jika ibu dan keenam saudara laki-lakinya tewas dibunuh oleh ISIS.

Beruntung Nadia mendapat bantuan dari sebuah organisasi, dan ia pun bisa bertemu dengan saudarinya di Jerman, tempat sekarang ia tinggal.

Sejak tinggal di Jerman, Nadia mendedikasikan dirinya sebagai aktivis anti kekerasan terhadap perempuan bernama “Perjuangan Rakyat Kami”.

Ia menyuarakan penderitaan etnis Yazidi dan korban ISIS lainnya ke seluruh dunia.

Dia juga memperjuangkan agar dunia mengakui bahwa perbuatan ISIS terhadap etnis Yazidi dikategorikan sebagai genosida.

 

Halaman selanjutnya:

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled