Kiat XL Axiata Hadapi Tantangan Industri Telekomunikasi 2025

  • Industri telekomunikasi Indonesia menyimpan PR yang belum terselesaikan.
  • Terutama soal regulasi dan munculnya tantangan yang justru jadi persoalan.
  • XL Axiata mengantisipasi dan mengusulkan berbagai gagasan.

WWW.SINYALMAGZ.COM –  Industri telekomunikasi berhadapan dengan sejumlah persoalan di depan mata. Tahun 2025 setidaknya ada dua tantangan, yakni faktor kompetisi industri dan faktor peraturan atau kebijakan pemerintah. Tak perlu menunggu solusi, operator telekomunikasi bergegas melakukan berbagai kiat.

Manajemen PT XL Axiata Tbk (XL Axiata) misalnya telah bersiap menghadapi tantangan bisnis di masa ke depan yang semakin berat. Belum jelasnya regulasi atau aturan yang berpotensi mengganggu operasi bisnis para operator ikut menambah aura tentangan berat tersebut. Sebut saja soal keberadaan RT/RW Net, kemunculan Starlink, belum jelasnya aturan tentang OTT (Over The Top) yang menumpang di jaringan milik operator, hingga kebijakan mengenai regulatory charge, dan lelang frekuensi.

PESAING BARU

Menurut Chief Corporate Affiars XL Axiata, Marwan O Baasir, ‘’Industri telekomunikasi Indonesia ke depan tetap akan sangat menantang. Bahkan sepertinya tidak akan menjadi lebih ringan untuk dilalui. Kompetisi antar-operator akan terus ketat, berkembangnya selera dan kebutuhan pelanggan dan masyarakat juga akan sangat mempengaruhi arah strategi bisnis.”

”Selain itu, kami juga harus menghadapi munculnya pesaing baru yang membawa teknologi baru, seperti Starlink dan sejenisnya. Di saat yang sama, sejumlah persoalan hingga saat ini belum jelas penanganannya, pun belum jelas aturannya, padahal sangat berpotensi mengganggu jalannya bisnis secara industri,” tambah Marwan.

Walaupun begitu, kata Marwan, peluang untuk terus meningkatkan pertumbuhan bisnis masih terbuka seiring dengan kompetisi industri yang semakin rasional. Persaingan dari sisi kualitas dan pelayanan menjadi hal utama. Peluang yang terbuka tersebut akan dioptimalkan oleh XL Axiata dengan selalu berfokus pada upaya mendorong dan meningkatkan layanan baru. Pun inovatif untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, salah satunya layanan konvergensi.

Selain peluang, manajemen XL Axiata memandang pihaknya saat ini menghadapi tantangan guna menjaga keberlangsungan industri dengan memastikan ketersediaan layanan dengan harga yang kompetitif sebanding dengan kualitas layanan yang diberikan. Dengan demikian, industri telekomunikasi bisa tetap sehat dan masyarakat bisa mendapatkan layanan Internet yang berkualitas.

BEBAN BIAYA

XL Axiata berharap pemerintah membantu menciptakan iklim yang positif dan sehat agar dapat mendukung percepatan dan pemerataan pembangunan nasional. Marwan menyebut, perlunya intervensi segera dari pemerintah dalam menangani sejumlah persoalan yang hingga saat ini belum ada kejelasan. Padahal di sisi lain hal tersebut sangat  mengganggu pelaku industri telekomunikasi nasional, terutama para operator.

Tantangan pada regulasi yang tengah diperjuangkan oleh XL Axiata salah satunya menyangkut insentif untuk biaya regulasi. Beban biaya yang harus dipikul oleh XL Axiata untuk menopang operasional ini, termasuk pajak spektrum frekuensi, semakin mahal dan memberatkan.

Dalam menjalankan bisnis telekomunikasi di Indonesia, kami selaku operator selalu berupaya mematuhi setiap kebijakan dan aturan yang ditetapkan oleh regulator, dalam hal ini pemerintah. Salah satunya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari spektrum frekuensi, yang secara berkala terus mengalami peningkatan, hal tersebut secara langsung berdampak pada peningkatan biaya operasional operator,” kata Marwan.

Fakta menunjukkan rasio biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP) terhadap pendapatan kotor operator telah mencapai 13-14%. Angka ini telah melebihi batas wajar yang ideal yaitu 5-10%. XL Axiata berharap pemerintah dapat memperhatikan beban regulasi yang saat ini dibebankan kepada industri telekomunikasi.

LELANG SPEKTRUM

Kemudian berkerkaitan dengan kebutuhan atas tambahan spektrum atau frekuensi untuk peningkatan kualitas layanan, XL Axiata juga mendorong pemerintah untuk menggelar lelang spektrum yang cocok untuk jaringan 4G dan 5G. XL Axiata berminat mengikuti lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz yang akan diselenggarakan, dan berharap pemerintah menetapkan “reserved price” yang lebih terjangkau dan tidak memberatkan operator.

XL Axiata memandang, harga awal yang minim dan penerapan faktor pengurang dalam regulasi akan membantu memastikan kelayakan ekonomis bisnis operator, serta mendorong pengembangan jaringan, termasuk di wilayah pelosok.

Karena itu, XL Axiata juga menekankan pentingnya kolaborasi yang sinergis antara pemerintah dan operator dalam membangun jaringan di lokasi yang menjadi kewajiban pemenang lelang frekuensi.

RT/RW, OOT, STARLINK

Persoalan yang muncul belakangan dengan hadirnya pihak lain ikut ambil bagian dalam persoalan. Ada tiga hal yang diendus, antara lain;

Pertama, maraknya praktik penjualan kembali layanan internet ilegal (RT/RW Net). Hadirnya layanan ini tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Sementara  dampak negatif praktik ini cenderung lebih besar.

RT/RW Net selain merugikan pelanggan sendiri, juga merugikan operator, dan pemerintah. Praktik ini mengabaikan kewajiban pembayaran BHP frekuensi, mengakibatkan harga layanan internet menjadi tidak sehat, dan berpotensi mengancam keamanan data pelanggan.

Pemerintah baru rasanya perlu segera memberlakukan pengaturan dan penertiban terhadap praktik ini secara menyeluruh dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait.

Dari sisi hukum, praktik RT/RW Net jelas melanggan aturan antara lain UU nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia nomor 13 tahun 2019.

Ketegasan pemerintah dalam penerapan aturan yang ada sangat dibutuhkan karena praktik ilegal ini telah merugikan XL Axiata maupun seluruh operator yang telah berinvestasi dalam pembangunan jaringan dan pemilik lisensi yang sah.

Oleh sebab itu XL Axiata juga berkomitmen untuk memberantas praktik RT/RW Net melalui edukasi, kerjasama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan asosiasi terkait, serta penegakan aturan yang ketat dalam syarat dan ketentuan berlangganan layanan.

 Kedua, hadirnya Starlink. Kehadiran Starlink di Indonesia di satu sisi dapat menyediakan layanan internet cepat di wilayah-wilayah pelosok. Namun, manajemen XL Axiata menekankan perlunya pemerintah untuk menerapkan secara tegas regulasi yang seimbang untuk menciptakan playing field yang adil bagi semua pemain di industri.

Dan perlu diingat upaya pemerintah juga telah habis-habisan dalam penyediaan aksesibilitas internet di daerah 3T yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (kini Kemenkomdigi). Proyek yang juga melibatkan para operator.

“Pemerintah perlu memastikan equal playing field antara Starlink dengan operator yang sudah ada. Hal ini akan mendorong persaingan sehat dan meningkatkan kualitas layanan bagi masyarakat. Kami pun siap untuk berkolaborasi dengan Starlink dan membuka peluang kerjasama untuk memperluas jangkauan layanan internet,” tandas Marwan

 Ketiga, OTT (over the top) yang menumpang di jaringan milik operator untuk men-delivery konten-kontennya. Masalahnya  operator diharuskan membayar PNBP, spektrum, dan USO, serta selalu berinvestasi untuk memastikan layanan kepada pelanggan. Sementara OTT tidak membayar sama sekali. Bahkan faktor pajak pun belum tentu benar. Karena itu perlu regulasi yang tegas untuk mengatur OTT ini. Aturan untuk memastikan adanya perlakuan yang setara antara operator dengan OTT

Regulasi diperlukan bukan untuk memberikan keistimewaan ke operator, tapi justru agar tercipta kompetisi yang fair. XL Axiata memandang, pelaku bisnis OTT  mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari industri internet Indonesia. Sebaliknya, para operator telekomunikasi, termasuk XL Axiata, dengan produk layanan yang makin terjangkau malah tidak mendapatkan kenaikan pendapatan yang signifikan dari kenaikan trafik. Kenaikan trafik tersebut lebih dinikmati oleh OTT.

Usulan dari pelaku bisnis tentu saja berdasarkan pengalaman operasional mereka menyesuaikan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Pemerintahan Presiden Prabowo perlu merespon dan segera menyelesaikan persoalan carut-marut tersebut, selain tentu PR besar pada dunia digital di Indonesia.(*)

 

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled