Walau pernah menganggap spektrum frekuensi 2300 MHz tidak terlalu cocok untuk digunakan layanan 5G karena dukungan ekosistemnya lebih sedikit dari spektrum di atasnya, XL Axiata akhirnya mengambil dokumen lelang yang digelar Kemkominfo. Operator itu berupaya mendapatkan sedikitnya 20 MHz dari 30 MHz di rentang 2360MHz – 2390 MHz di spektrum 2300 MHz yang dilelang pemerintah.
Ada kebijakan dalam lelang yang baru, peserta boleh menguasai lebih dari satu blok, menjadi alasan kenapa XL Axiata lalu mau ikut. “Tetapi kalau hanya mendapat 10 MHz terlalu kecil,” kata Chief Corporate Affair XL Axiata, Marwan O Baasir.
Di teknologi seluler khusus untuk spektrum 2300 MHz, perangkat keras yang tersedia pengaturannya tiap 20 MHz. Kurang dari lebar 20 MHz, operasional frekuensi menjadi tidak efisien.
Semua operator kelihatannya berminat pada lelang frekuensi selebar 30 MHz itu, dan aturan lelang membolehkan mereka memborong semuanya. Ini menjadi tanda bahwa tawar-menawar di lelang akan berjalan dengan sengit, dan harga yang didapat pemerintah yang berupa PNBP (penerimaan negara bukan pajak) bisa maksimal.
Ada frekuensi selebar 90 MHz di spektrum 2300 MHz dan dari jumlah itu 30 MHz dimiliki Smartfren sebagai tukaran 10 MHz di 1,9 Ghz yang digunakan untuk layanan 3G di rentang 2,1 GHz. Selebar 30 MHz lagi dimiliki Telkomsel setelah memenangkan lelang di tahun 2017 dengan tawaran Rp 1,05 triliun.
Tahun 2020 pemerintah membuka lelang lagi untuk 30 MHz yang tersisa, dan sudah ditetapkan ada tiga pemenang untuk tiap 10 MHz, Telkomsel, Smartfren dan Hutchison Tri dengan tawaran masing-masing sama, sebesar Rp 144,867 miliar. Di proses lelang ini Indosat mundur dan XL tersingkir saat proses administrasi.
Keputusan pemenang lelang dibatalkan sendiri oleh Menkominfo Johnny G Plate. Ada rumor, menteri ditegur Menkeu karena perolehan PNBP yang terlalu rendah dibanding lelang sebelumnya.
Lelang kali ini beda juga dengan yang dibatalkan, ketika Menkominfo bilang 30 MHz yang dilelang adalah untuk layanan 5G dan XL Axiata beralasan 2300 MHz tidak cocok untuk 5G karena tidak didukung ekosistem yang lebih beroperasi di spektrum 26 GHz dan 28 GHz.
Lelang kali ini disebutkan untuk mengoptimalkan layanan 4G, tetapi juga bisa diterapkan untuk 5G.
Dalam teknologi seluler, makin tinggi frekuensi, makin sempit cakupannya, tetapi positifnya, kapasitasnya untuk satu kawasan jauh lebih besar dibanding frekuensi di bawahnya, misalnya di frekuensi 900 MHz dan 1800 MHz. Frekuensi di seluler dipancarkan dari BTS secara berulang untuk sel yang berseberangan, dan frekuensi 900 MHz punya cakupan antara 2 sampai 5 km, bahkan bisa mencakup 15 km kalau menggunakan antena payung.
Cakupan spektrum 2300 hanya sekitaran 200 meter, sehingga setelah 200 di depan-belakang-kiri-kanannya, frekuensi tadi bisa digunakan lagi. Hasilnya, lebih banyak pelanggan bisa dilayani. Kalau satu cakupan radius 2 km di 900 MHz bisa melayani 1.000 pelanggan, dengan frekuensi 2300 MHz di radius itu bisa terlayani sekitar 100.000 pelanggan. (hw)