Rentang 2,3 GHz Kurang Optimal untuk 5G

GAIRAH operator seluler untuk membangun layanan generasi kelima (5G) muncul begitu tiga operator, Telkomsel, Smartfren dan Hutchison Three Indonesia (3) memenangi lelang masing-masing 10 MHz di spektrum 2,3 GHz belum lama ini. Namun dari tiga operator tadi, yang punya peluang paling besar memperkenalkan layanan 5G hanyalah Telkomsel dan Smartfren, karena mereka memilki genap 40 MHz di spektrum itu.

Sementara dua operator papan atas lain, Indosat Ooredoo dan XL Axiata, yang tidak terlalu berminat pada spektrum 2,3 GHz, tetap saja bergairan tinggi untuk mengenalkan 5G tahun depan. Bahkan XL Axiata sudah mencoba melakukan uji coba menggabungkan dua spektrum frekuensi menengah, 1,8 GHz dan 2,1 GHz dalam bentuk dynamic spectrum sharing (DSS) 4G/5G.

Teori teknologi menyaratkan pemilikan pita selebar 40 MHz untuk bisa memberi layanan 5G, sehingga jika pun dipaksakan di bawash syarat itu, yang lebih banyak muncul adalah layanan 4G LTE-nya. Sementara penggunaan spektrum 2300 MHz untuk 5G di dunia baru dilakukan oleh 12 operator, termasuk Korea Selatan.

Justru yang terjadi, antara lain pelanggan di Korea tidak terlalu puas karena layanan 5G yang mereka gunakan tidak optimal akibat ekosistem berupa jumlah perangkat seluler yang mendukung hanya 50. Sementara dunia umumnya menggunakan spektrum 2,6 GHz dan 3,5 GHz, yang didukung oleh masing-masing 269 perangkat (ponsel/gawai) dan 299 perangkat, dan yang menggunakan 1800 MHz ada 180 unit (merek/model) perangkat.

Di Indonesia, ponsel anyar iPhone 12 bisa digunakan di jaringan 5G, namun di pita lebar 2,6 GHz dan 3,5 GHz, dua pita lebar yang belum dirilis emerintah. Kekecewaan pelanggan Korea Selatan bisa jadi tidak akan terjadi di Indonesia walau operator menggelar 5G di pita 2,3 GHz.

Manufaktur ponsel boleh produksi massal untuk ekosistem 2,6 GHz dan 3,5 GHz dan memicingkan mata untuk membangun ekosistem bagi 2,3 GHz. Namun pelanggan ketiga operator pemilik spektrum 2300 MHz itu lebih dari 240 juta – Telkomsel 170 juta, Three 48 juta dan Smartfren 28 juta – tentu pasar yang menggiurkan, dan mereka akan dengan senang hati memproduksi ponselnya sebanyak yang dibutuhkan masyarakat.

DSS bersama Ericssom

Tanpa memiliki spektrum 2,3 GHz, XL Axiata tetap saja berupaya menyiapkan jaringan untuk implementasi layanan 5G,  sejumlah inisiatif peningkatan kapasitas jaringan dilakukan. Juga melakukan efisiensi jaringan yang mencakup radio, transport, dan core.

Beberapa uji coba 5G juga telah dilaksanakan sejak 2017. Salah satunya yang disebut dynamic spectrum sharing (DSS) 4G/5G yang memungkinkan pemanfaatan spektrum yang sama untuk layanan 4G dan 5G.

Layanan 5G segera akan menjadi solusi peningkatan trafik data hingga tahunan ke depan, misalnya layanan video. Ini merupakan salah satu layanan dengan kapasitas besar, yang diprediksi akan mencapai 82 persen trafik data mulai tahun 2022.

Saat ini jaringan XL Axiata telah membentang dari Sabang  sampai Merauke, termasuk di kawasan perkotaan maupun pedalaman, dengan 100 persen jaringan LTE. Layanan XL Axiata ada di 34 provinsi, 458 kota/kabupaten, dan 60.623 desa, termasuk 353 desa 3T (USO), total BTS 143 ribu yang didukung jaringan serat optik sepanjang 100.000 km.

Pada sisi radio, peningkatan dilakukan dengan modernisasi perangkat serta implementasi CA, carrier aggregation, selain melakukan uji coba teknologi Open RAN. Dari sisi transport, dilakukan fiberisasi dan segment routing juga mnerapkan teknologi cloud based core dan distributed core serta control and user plan separation. Operator itu  juga melakukan serangkaian uji coba 5G luar ruang, 5G eMBB, smart city, hologram, serta pengujian beberapa spektrum 5G seperti milimeter wave, serta DSS.

Menurut Director & Chief Technology Officer XL Axiata, I Gede Darmayusa, “Cepat atau lambat layanan 5G sudah pasti akan diimplementasikan di Indonesia, karena itu kami tidak pernah berhenti menyiapkan jaringan lewat serangkaian inovasi.” Akan tetapi, layanan 5G memang membutuhkan kesiapan ekosistem lainnya, termasuk ketersediaan spektrum 5G dengan lebar pita yang optimal, tambahnya.

Beda dengan UU Cipta Kerja

Inovasi teknologi 5G, menurut Gede Darmayusa, memungkinkan koneksi dengan kapasitas yang jauh lebih besar yang membutuhkan kanal bandwidth yang lebih lebar. Setelah lelang 2.3GHz selesai, XL menunggu lelang spektrum 700 MHz, 2,6 GHz, 3,5 GHz, 28 GHz dengan total lebar pita 1280 MHz yang diharapkan dapat segera terealisasi sesuai dengan rencana pemerintah.

Spektrum 700 MHz sangat baik untuk 5G karena unggul di cakupannya yang luas, sementara milimeter band, pita lebar di atas 2,6 GHz menang di kapasitas tetapi kalah di cakupan yang sempit. Investasi untuk layanan 5G akhirnya sangat mahal akibat cakupan yang sempit – radius di bawah 200 meter – karena BTS  harus dibangun berdekatan.

Spektrum 700 MHz baru akan tersedia pada tahun 2022 setelah penggunaannya untuk layanan televisi analog diputuskan (ASO – analog switch off), diganti dengan televisi digital yang lebih hemat spektrum. Sementara spektrum 2,6 GHz, 3,5 GHz dan 28 GHz akan dilakukan setelah penataan frekuensi di rentang 2,3 GHz bisa berlangsung dengan mulus.

Gede berharap keseluruhan ekosistem teknologi 5G dapat segera benar-benar bisa terbentuk, seperti ketersediaan spektrum 5G, kesiapan infrastruktur, kesiapan use case, serta kesiapan perangkat pengguna yang terjangkau oleh pelanggan. Menurutnya, berbagai persiapan yang harus dilakukan beriringan, baik dari sisi operator, maupun ekosistem penunjangnya.    

XL Axiata melakukan uji coba teknologi jaringan 4G/5G untuk implementasi 5G lesaat dynamic spectrum sharing (DSS), teknologi yang. memungkinkan pemanfaatan spektrum yang sama untuk layanan 4G dan 5G. DSS diujicobakan pada spektrum yang saat ini sudah dimiliki XL Axiata, yaitu 1800 MHz (selebar 22,5 MHz) dan 2100 MHz (lebar pita 15 MHz), di area Depok. Uji coba sudah sampai tahap optimasi dan evaluasi performa, bekerja sama dengan Ericsson melalui fitur ESS (Ericsson spectrum sharing).

Uji coba dilakukan untuk melihat kesiapan jaringan XL Axiata, selain untuk mempelajari pengaruh implementasi 5G pada spektrum eksisting terutama pada layanan 3G dan 4G. Dengan 4G/5G DSS, XL Axiata bisa memanfaatkan spektrum yang sama untuk layanan 4G dan 5G berbagi pakai secara dinamis. “Saat nanti 5G sudah diimplementasikan dan spektrum khusus telah tersedia, DSS dapat digunakan untuk solusi perluasan jaringan 5G dengan memanfaatkan jangkauan dan kapasitas spektrum eksisting,“ lanjut Gede.

Istilah spectrum sharing dalam konteks DSS ini sama sekali berbeda dan tidak ada hubungannya dengan yang diatur dalam UU Cipta Kerja. 4G/5G spectrum sharing pada DSS ini mengacu pada pemanfaatan spektrum untuk digunakan bagi layanan 4G dan 5G secara bergantian, tidak sama dengan konsep berbagi spektrum antaroperator seperti yang diatur UU Cipta Kerja. (hw)

 

 

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Sinyal Magazine
Login/Register access is temporary disabled