WWW.SINYALMAGZ.COM – Kawasan 3T (tertinggal, terdepan, terluar) adalah pintu gerbang bagi Indonesia dengan negara lain. Inilah daerah batas yang seringkali dianggap kurang makmur dan masyarakatnya belum sejahtera. Berbagai kendala dihadapi, termasuk dalam hal ketersediaan jaringan internet.
Kebutuhan internet menjadi amat penting, seiring dengan terbukanya dunia. Seorang dokter yang bekerja di kepulauan Sangihe yang ke Filipina jauh lebih dekat, dr. Jeffry Hamonangan kerap mendambakan hal itu. Ibaratnya akses internet adalah “barang” mewah di sana. Sebagai dokter internet tidak hanya menjadi akses seperti kebanyakan orang kota. Namun mereka sangat mendambakan sekadar ngobrol dengan menggunakan WhatsApp atau mengakses Google demi menambah ilmu kedokteran.
Senada dengannya, di Maluku Utara tepatnya di Morotai, dr. Intan Imelda Tan, membayangkan deteksi tumbuh kembang anak, apalagi di masa pandemi, lebih mudah dilakukan dengan mengirimkan foto terbaru dan meng-up date data. Sehingga tidak perlu harus bersua. Pekerjaan ini juga menjadi efektif. Apalagi jika tempat tinggal pasien jauh dari fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas.
Seiring dengan proses penyediaan akses internet tersebut, XL Axiata dan BAKTI Kominfo tak berhenti melebarkan jaringan khususnya di kawasan terluar. Ini adalah salah satu kolaborasi bagus antara pemerintah dengan penyelenggara telekomunikasi alias operator.
“Hubungan antara operator dengan pemerintah sangat baik. XL terus berusaha memperluas jaringan dan menambah kapasitas, sehingga diharapkan GDP terus naik,” kata I Gede Darmayusa, Direktur Network XL Axiata.
Walaupun secara bisnis, dimana pendapatan harus diperhitungkan menggelar jaringan di daerah 3T boleh jadi tidak menguntungkan. Namun ada dimensi lain yang cukup penting. “Seluruh warga negara Indonesia memiliki hak yang sama untuk akses internet. Penetrasi internet sudah mencapai 79 persen di Indonesia,” jelas Ade Dimijanty Sirait, Kepala Divisi Layanan Informasi BAKTI Kominfo.
Artinya berpotensi bisnis atau tidak, kawasan ini wajib mendapatkan jaringan. Terlebih menurut Ade, ketika sebuah kawasan memiliki konektivitas broadband akan memiliki impact sangat besar di 5 bidang antara lain pendidikan, government service, kesehatan, financial, dan pertanian.
Menurut Gede, “Daerah 3T adalah daerah penting. Untuk itu tugas operator adalah menyediakan coverage dan meningkatkan capacity.”
XL Axiata sendiri terus mengikuti aturan penyelenggaraan, di mana salah satunya adalah membuat standar jaringan 4G LTE. Standar ini jauh lebih efektif ketimbang 3G. Selain itu juga telah mengacu pada penggunaan data dan internet sebagai layanan telekomunikasi.
Kerjasama dengan pemerintah dalam hal ini BAKTI Kominfo adalah saling mengisi. BAKTI misalnya menyediakan backbone dengan hadirnya satelit atau lewat terrestrial. “Kita punya VSAT Network, Fiber Optic Network yang trennya sudah sampai 100 GB. Kita punya tantangan dengan geografis yang tidak mudah dalam membangun,” jelas Ade.
Sementara XL Axiata berkolaborasi menyiapkan BTS USO. Dengan begitu masing-masing mengambil peran yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak heran jika XL Axiata kini telah berkontribusi untuk USO di 17 provinsi, di 50 kabupaten, dengan 343 BTS.
Tak berhenti hanya dengan melebarkan jaringan dan meningkatkan kapasitas. Menurut Gede, XL Axiata juga melakukan peran edukasi. “Di daerah USO yang kita lakukan adalah dengan engagement dengan kepala desa, warung, dll, kita juga memberikan edukasi kepada masyarakat.”
Ada CSR kesehatan seperti memberikan bantuan. Bahkan melakukan aktivitas digital yang lebih relevan. “Kita punya produk kesehatan di mana di posyandu ada real data monitoring,” tambah Gede.
Terkait dengan penyebaran vaksin Covid-19 yang telah disiapkan oleh pemerintah secara gratis, XL Axiata juga telah bersiap menawarkan teknologi untuk sistem distribusi. Lagi-lagi dengan teknologi. “Kita sedang mengembangkan implementasi IoT untuk memastikan distribusi vaksinasi Covid lebih baik,” tutup Gede. (*)
